
BANYU POS – JAKARTA. Kabar menggembirakan bagi pasar komoditas, harga batubara dunia kembali menunjukkan performa impresif. Menjelang akhir Oktober 2025, harga komoditas strategis ini melesat melampaui level US$108 per ton, menandai titik tertinggi dalam dua bulan terakhir. Kenaikan signifikan ini didorong oleh ekspektasi lonjakan permintaan energi global menjelang datangnya musim dingin di kawasan Eropa dan Asia, meskipun paradoksnya, volume impor dari sejumlah negara pembeli utama justru terpantau mengalami penurunan.
Fenomena menarik ini terekam dari data Trading Economics yang menunjukkan bahwa empat negara importir batubara terbesar di dunia – China, India, Jepang, dan Korea Selatan – mencatatkan penurunan kedatangan kargo pada Oktober dibandingkan September. Penurunan impor ini, ironisnya, bukan karena kurangnya permintaan, melainkan lebih disebabkan oleh lonjakan harga batubara dalam beberapa bulan terakhir yang membuat pembeli menunda pengadaan, serta adanya keterlambatan pengiriman fisik yang tak terhindarkan.
Menanggapi dinamika pasar ini, Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, memberikan analisis mendalam. Menurutnya, kenaikan harga komoditas energi secara umum, termasuk batubara, tak lepas dari antisipasi peningkatan permintaan gas saat musim dingin tiba. “Secara umum, permintaan energi terutama gas memang meningkat di musim dingin, sehingga harga energi pada umumnya mengalami kenaikan. Jadi harga batubara ikut mendompleng kenaikan harga gas,” jelas Lukman kepada Kontan.co.id, Minggu (2/11/2025).
Produksi Batubara PTBA Naik 9% pada Kuartal 3-2025, Cek Rekomendasi Sahamnya
Lukman menambahkan, sentimen pasar turut dipengaruhi oleh perkiraan bahwa musim dingin tahun ini akan lebih ekstrem atau lebih dingin dari biasanya. Kondisi ini berpotensi menjaga permintaan energi tetap tinggi hingga awal tahun depan. Namun demikian, ia juga mencatat bahwa dalam jangka pendek, permintaan batubara secara global masih terbilang relatif lemah, menciptakan sedikit ketidakpastian di tengah optimisme jangka panjang.
Di sisi lain, pasar batubara mendapatkan dukungan substansial dari kebijakan energi China. Negara ekonomi terbesar kedua dunia itu telah menyatakan komitmennya untuk tetap mengandalkan batubara sebagai sumber utama pembangkit listrik hingga tahun 2030. Kebijakan ini menjadi angin segar bagi para investor. “Berita bahwa China akan terus tergantung pada batubara untuk pembangkit listrik mereka hingga 2030 memberikan sedikit optimisme pada investor,” terang Lukman.
Tak hanya itu, Lukman juga menyoroti harapan terhadap perkembangan positif seputar negosiasi tarif antara China dan Amerika Serikat. Potensi meredanya ketegangan dagang antara dua kekuatan ekonomi global ini turut berkontribusi dalam mendukung sentimen pasar yang positif terhadap komoditas, termasuk batubara.
Melihat berbagai faktor ini, Lukman memproyeksikan bahwa harga batubara akan cenderung bertahan di kisaran US$ 95–US$ 100 per ton hingga pengujung tahun ini. Lebih lanjut, dalam kurun waktu satu tahun ke depan, ia memperkirakan harga komoditas ini berpotensi stabil di sekitar level US$ 90 per ton, mengindikasikan prospek yang cukup solid di tengah fluktuasi pasar global.
Permintaan Berpotensi Pulih Jelang Akhir Tahun, Begini Prospek Emiten Batubara




