Jakarta, IDN Times – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunjukkan keyakinan teguh bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia 2025 akan mampu mencapai target ambisius 5,2 persen (year on year/yoy). Optimisme ini mengemuka di tengah bayang-bayang tantangan ekonomi global dan domestik yang berkelanjutan, didukung oleh serangkaian kebijakan strategis yang telah diimplementasikan serta berbagai instrumen kebijakan yang siap mendorong pemulihan ekonomi nasional.
Andriansyah, Direktur Strategi Produktivitas dan Pertumbuhan Ekonomi DJSEF Kemenkeu, merinci bahwa sejumlah kebijakan kunci telah digulirkan sejak kuartal III-2025. Langkah-langkah ini bertujuan untuk memacu pertumbuhan ekonomi menjelang akhir tahun, mencakup strategi pengelolaan likuiditas perbankan melalui penempatan dana pemerintah dari Bank Indonesia (BI) ke bank-bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), program stimulus ekonomi berkonsep “8+4+5”, serta penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada masyarakat untuk menjaga daya beli.
“Kami sangat optimistis bahwa target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen yang dipatok untuk tahun ini dapat tercapai,” tegas Andriansyah dalam diskusi Bloomberg Technoz di Jakarta, Jumat (5/12/2025). Ia menambahkan, “Pencapaian ini krusial dan sangat bergantung pada efektivitas kebijakan-kebijakan yang telah dan akan terus kami implementasikan, baik hingga akhir tahun ini maupun dalam beberapa bulan mendatang.”

Memperkuat Likuiditas Perbankan untuk Mendorong Sektor Riil
Salah satu kebijakan strategis yang menjadi sorotan utama dalam upaya peningkatan likuiditas perbankan adalah penempatan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun di bank-bank Himbara. Langkah monumental yang dilaksanakan pada awal September lalu ini, secara spesifik dirancang untuk memperkuat fondasi likuiditas sektor perbankan nasional, sekaligus membekali bank-bank di Indonesia agar lebih tangguh dalam menghadapi potensi gejolak likuiditas di pasar.
Sebagai bentuk komitmen berkelanjutan, pemerintah baru-baru ini memperkuat alokasi dana tersebut dengan suntikan tambahan sebesar Rp76 triliun. Dana segar ini disalurkan secara strategis kepada tiga bank Himbara dan satu Bank Pembangunan Daerah (BPD) milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, semakin mempertebal cadangan likuiditas mereka.
Diharapkan, langkah ini akan menjadi katalisator bagi sektor perbankan agar lebih proaktif dalam menyalurkan kredit ke sektor riil, yang esensial bagi pemulihan ekonomi nasional. Ketersediaan likuiditas yang melimpah ini memungkinkan bank-bank untuk memperluas cakupan pembiayaan bagi usaha-usaha produktif, mengokohkan fondasi konsumsi domestik, serta mendorong laju investasi yang sangat dibutuhkan untuk akselerasi pertumbuhan ekonomi.
Andriansyah menegaskan pentingnya menjaga harmoni antara kebijakan di sisi pasokan (supply) dan permintaan (demand). “Sebagai contoh, dari sisi pasokan, kami secara berkelanjutan memperkuat likuiditas perbankan, seperti yang telah dilakukan melalui penempatan awal Rp200 triliun dan disusul penambahan Rp76 triliun,” jelasnya, menyoroti upaya konkret pemerintah dalam menyeimbangkan dinamika pasar.

APBN: Katalis Utama Pendorong Pertumbuhan Ekonomi
Lebih lanjut, Andriansyah menggarisbawahi peran krusial instrumen kebijakan fiskal dan moneter dalam menopang pertumbuhan ekonomi. Dalam konteks ini, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diyakini memainkan peran sentral sebagai katalisator yang efektif untuk menggerakkan roda perekonomian nasional.
“Kami memahami bahwa fungsi APBN sebagai instrumen belanja negara sangat vital,” ujar Andriansyah. Ia menjelaskan bahwa meskipun tidak semua belanja negara secara langsung tercatat dalam Produk Domestik Bruto (PDB) sebagai konsumsi atau investasi, peran APBN jauh lebih strategis. “Yang tidak kalah penting, APBN memiliki kapabilitas untuk berfungsi sebagai katalisator yang kuat, memicu dan mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi secara menyeluruh,” pungkasnya.

Mengoptimalkan Peran Sektor Swasta dan Mengatasi Hambatan Investasi
Namun demikian, pemerintah juga sangat menyadari bahwa kontribusi sektor swasta adalah pilar penting bagi ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, sektor ini menjadi fokus sentral dalam perumusan kebijakan ekonomi, dengan tujuan utama untuk memperkokoh fundamental ekonomi domestik. Salah satu inisiatif krusial adalah deregulasi berkelanjutan, yang dirancang untuk menciptakan iklim usaha dan investasi yang lebih kondusif dan menarik di Indonesia.
“Penting untuk dicatat bahwa kami tidak berhenti pada deregulasi; ini adalah proses yang berkelanjutan,” ujar Andriansyah. Ia kemudian merinci keberadaan Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Program Strategis Pemerintah yang dibentuk dengan tiga Kelompok Kerja (Pokja) utama: Pokja pertama berfokus pada percepatan anggaran, Pokja kedua didedikasikan untuk mengatasi bottlenecking atau hambatan operasional, dan Pokja ketiga mengkonsentrasikan diri pada penyempurnaan regulasi serta penegakan hukum. “Secara khusus, Pokja kedua yang menangani bottlenecking, kami berupaya keras untuk menghilangkan setiap hambatan yang muncul dari sisi pasokan,” tambahnya, menegaskan komitmen untuk melancarkan jalur produksi dan distribusi.
Sementara itu, Kementerian Keuangan terus berinovasi dalam mengelola anggaran negara secara lebih efektif dan akuntabel. Tujuannya adalah memastikan bahwa setiap rupiah yang dikeluarkan memberikan dampak multiplikasi yang maksimal bagi perekonomian nasional. Strategi utama yang diterapkan mencakup berbagai program strategis pemerintah, seperti program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang secara khusus dirancang untuk mengoptimalkan efisiensi dan memperbesar dampak positif dari setiap alokasi anggaran.




