
BANYU POS JAKARTA. Menjelang penghujung tahun 2025, sejumlah emiten di Bursa Efek Indonesia menunjukkan aktivitas tinggi dalam mengamankan pendanaan. Mereka memanfaatkan secara optimal fasilitas kredit atau pinjaman perbankan untuk menopang berbagai kegiatan usaha, baik pada level induk maupun anak perusahaan.
Sebagai contoh terbaru, PT ABM Investama Tbk (ABMM) melalui entitas anaknya, PT Cipta Kridatama, berhasil memperoleh fasilitas kredit sindikasi senilai ekuivalen Rp 4,2 triliun. Fasilitas ini dilengkapi dengan opsi akordeon senilai tambahan Rp 1 triliun, mencerminkan besarnya kepercayaan perbankan. Angka ini setara dengan 36,03% dari ekuitas perusahaan berdasarkan laporan keuangan per kuartal III-2025, menunjukkan skala pendanaan yang signifikan.
Tidak hanya itu, PT Golden Energy Mines Tbk (GEMS) melalui anak usahanya, PT Borneo Indobara (BIB), juga sukses mengamankan fasilitas term loan dari Bank Mandiri dengan limit mencapai Rp 900 miliar. Pinjaman ini memiliki jangka waktu fleksibel antara 5 hingga 7 tahun sejak penandatanganan perjanjian. Corporate Secretary GEMS, Sudin SH, dalam keterbukaan informasi pada Rabu (10/12/2025), menjelaskan, “Tujuan fasilitas ini adalah untuk memenuhi kesenjangan arus kas dalam rangka pengembangan usaha serta kebutuhan umum perusahaan dan grupnya.”
Pemangkasan Suku Bunga Dorong Prospek Obligasi Korporasi Tahun Depan
Aktivitas serupa juga dilakukan oleh PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC). Anak usahanya, PT Satria Raksa Buminusa (SRB), menerima pinjaman dari Bank Mandiri senilai Rp 1,28 triliun, dengan PT Medco LNG Indonesia (MLI) sebagai penjamin. Di sektor farmasi, PT Millennium Pharmacon International Tbk (SDPC) meraih perpanjangan fasilitas pinjaman dari PT CIMB Niaga Tbk dengan total limit Rp 300 miliar untuk periode 12 bulan, yang ditujukan untuk menunjang operasional perusahaan.
Mundur sedikit ke akhir November 2025, PT Fastel Sarana Indonesia (FSI), anak usaha dari PT Centratama Telekomunikasi Indonesia Tbk (CENT), mengamankan fasilitas kredit angsuran berjangka senilai Rp 100 miliar dari PT Bank Danamon Indonesia Tbk. Pinjaman berjangka waktu 18 bulan ini dialokasikan untuk mendukung pertumbuhan belanja modal perusahaan. Melengkapi daftar, PT MD Entertainment Tbk (FILM) turut memperoleh fasilitas kredit dengan plafon Rp 200 miliar untuk jangka waktu 1 tahun, menggarisbawahi diversifikasi pemanfaatan pinjaman di berbagai sektor.
Bunga Turun, Kredit Bank Menarik
Fenomena peningkatan penarikan fasilitas pinjaman perbankan oleh emiten ini tidak terlepas dari tren penurunan suku bunga acuan. Maximilianus Nicodemus, Direktur Asosiasi Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas, menjelaskan bahwa kondisi ini secara fundamental membuat opsi pinjaman atau kredit perbankan jauh lebih atraktif bagi emiten dan anak usahanya. Meskipun pinjaman perbankan umumnya mengharuskan pembayaran pokok dan bunga setiap bulan, berbeda dengan obligasi yang hanya membayar bunga selama tenor, strategi diversifikasi utang menjadi alasan kuat bagi emiten untuk memilih jalur pendanaan ini. “Ini merupakan salah satu strategi juga untuk melakukan mitigasi dan strategi dalam keuangan emiten,” ujar Nico pada Jumat (12/12/2025).
Persaingan Bisnis Semakin Tinggi, Simak Rekomendasi Saham Sektor Telekomunikasi
Nico menambahkan, likuiditas perbankan yang kian membaik serta ekspektasi berlanjutnya penurunan suku bunga acuan turut memperkuat daya tarik fasilitas kredit. Sejalan dengan pandangan tersebut, Investment Analyst Edvisor Provina Visindo, Indy Naila, menyoroti bahwa langkah penarikan pinjaman perbankan merupakan strategi antisipatif emiten dalam mempersiapkan diri untuk ekspansi bisnis pada tahun 2026. Dana yang diperoleh dari fasilitas tersebut umumnya dialokasikan untuk modal kerja, pelaksanaan proyek-proyek strategis, bahkan untuk kebutuhan refinancing, tambahnya pada Sabtu (13/12).
Indy memprediksi tren pemanfaatan fasilitas pinjaman atau kredit perbankan oleh emiten akan berlanjut pada tahun 2026. Optimisme ini didukung oleh ekspektasi kelanjutan penurunan suku bunga acuan dan kebutuhan ekspansi beberapa emiten yang menuntut akses mudah terhadap instrumen pendanaan seperti pinjaman bank.
Meski demikian, Nico mengingatkan emiten untuk mewaspadai potensi kenaikan rasio debt to equity (DER) akibat penarikan pinjaman perbankan yang berlebihan. DER yang terlalu tinggi dapat berdampak negatif pada rasio keuangan perusahaan. Jika pinjaman ditujukan untuk ekspansi, emiten juga perlu melakukan perhitungan cermat mengenai durasi yang dibutuhkan hingga fase ekspansi tersebut benar-benar mampu mendongkrak pendapatan secara signifikan.
Senada, Managing Director Research dan Digital Production Samuel Sekuritas Indonesia, Harry Su, menekankan pentingnya bagi investor untuk mencermati risiko kenaikan DER pada portofolio emiten yang aktif memperoleh pinjaman. “Arus kas perusahaan juga perlu diperhatikan untuk melihat kemampuan mereka dalam mengantisipasi utang yang meningkat,” jelasnya pada Jumat (12/12).
Dari deretan emiten yang belakangan ini mengamankan fasilitas pinjaman perbankan, Harry merekomendasikan beli saham MEDC dengan target harga Rp 1.600 per saham dan FILM dengan target harga Rp 13.500 per saham. Indy Naila juga menyarankan beli saham MEDC dengan target harga serupa di level Rp 1.600 per saham.
Secara Teknikal, IHSG Berpeluang Menguat pada Senin (15/12), Saham Apa yang Menarik?




