Tren Bunga The Fed Turun, Rupiah Diproyeksi Bergerak Terbatas di 2026

Hikma Lia

BANYU POS JAKARTA

Sponsored

Tren penurunan suku bunga yang diproyeksikan berlanjut hingga tahun depan membawa optimisme baru bagi pergerakan rupiah, berkat potensi masifnya aliran modal asing ke Indonesia. Namun, laju penguatan rupiah diperkirakan dapat menghadapi sejumlah batasan, terutama akibat kombinasi tekanan struktural domestik dan ketidakpastian arah kebijakan suku bunga global yang masih membayangi.

Dinamika global ini dipicu oleh langkah signifikan Bank sentral AS, The Fed, yang pada Rabu (10/12/2025) lalu memutuskan untuk memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bps). Keputusan ini menempatkan kisaran suku bunga The Fed pada level 3,5%–3,75%, sejalan dengan ekspektasi konsensus pasar, sekaligus menandai pemangkasan suku bunga yang ketiga kalinya sepanjang tahun 2025. Penurunan ini juga mengembalikan suku bunga AS ke titik terendah sejak tahun 2022.

Merespons dinamika global ini, Bank Indonesia (BI) juga diperkirakan akan mengambil langkah serupa. Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI yang dijadwalkan berlangsung minggu ini, pada tanggal 16-17 Desember 2025, memiliki peluang besar untuk melakukan pelonggaran moneter lebih lanjut dengan kembali memangkas suku bunga acuan atau BI-rate.

Sponsored

Pemangkasan Suku Bunga Dorong Prospek Obligasi Korporasi Tahun Depan

Di tengah tren penurunan suku bunga yang diperkirakan berlanjut hingga tahun depan, Presiden Komisioner HFX International Berjangka, Sutopo Widodo, mengungkapkan bahwa sinyal positif ini telah menciptakan lingkungan yang sangat menguntungkan bagi mata uang di pasar berkembang, tak terkecuali rupiah.

Menurut Sutopo, mekanisme ini bekerja melalui penurunan suku bunga The Fed secara bertahap yang mengurangi daya tarik dolar AS. Kondisi ini kemudian secara langsung mendorong aliran modal asing (capital inflows) untuk masuk ke negara-negara yang menawarkan imbal hasil (yield) investasi yang lebih tinggi, dan Indonesia menjadi salah satu tujuan utama.

Meski sentimen global saat ini tampak mendukung, rupiah masih terlihat berjuang untuk menguat secara signifikan, bahkan sesekali masih mengalami tekanan. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengapa rupiah belum mampu menunjukkan kinerja penguatan yang lebih tajam.

“Sulitnya rupiah menguat secara tajam disebabkan oleh beberapa faktor domestik dan eksternal yang bersifat struktural,” jelas Sutopo kepada Kontan pada Jumat (12/12/2025), menekankan bahwa ada elemen-elemen fundamental yang membatasi potensi penguatan mata uang Garuda.

Menatap tahun depan, pelaku pasar diimbau untuk mewaspadai beberapa sentimen penting yang berpotensi mempengaruhi pergerakan rupiah. Risiko terbesar adalah lonjakan inflasi domestik yang tidak terduga, yang bisa memaksa BI untuk mempertahankan suku bunga pada level tinggi lebih lama dari yang diantisipasi pasar, sehingga membatasi potensi penguatan rupiah. Selain itu, kecepatan dan jumlah pemangkasan suku bunga The Fed juga menjadi sumber volatilitas. Misalnya, jika The Fed tiba-tiba kembali ke sikap yang lebih hawkish karena data ekonomi AS yang kuat, dolar AS dapat kembali menguat tajam.

Dipengaruhi Sentimen Suku Bunga, Begini Proyeksi Rupiah Senin (15/12)

Dengan mempertimbangkan proyeksi tren pelonggaran moneter global, Sutopo memperkirakan bahwa rupiah akan mengalami apresiasi yang moderat dan bertahap sepanjang tahun 2026. Proyeksi ini mencerminkan optimisme yang berhati-hati terhadap stabilitas dan pertumbuhan ekonomi domestik.

Secara spesifik, Sutopo memproyeksikan kurs rupiah pada tahun 2026 kemungkinan besar akan bergerak dalam rentang Rp 16.000 hingga Rp 16.500 per dolar AS.

Namun, dalam skenario yang lebih bullish, jika aliran modal asing membanjiri pasar dan sentimen risk-on global sangat kuat, rupiah memiliki potensi untuk menguji level psikologis yang lebih kuat. Mata uang Garuda bahkan bisa mendekati level Rp 15.800 per Dolar AS pada paruh kedua tahun 2026, menandakan penguatan yang signifikan.

Sponsored

Also Read

Tags