BANYU POS JAKARTA. Kabar kurang menggembirakan datang dari emiten energi, PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA), yang harus menelan pil pahit kerugian selama semester pertama tahun 2025. Penurunan kinerja ini dipicu oleh melemahnya penjualan di sektor pertambangan dan perdagangan batu bara, yang selama ini menjadi andalan perusahaan.
Berdasarkan laporan keuangan yang dirilis per Juni 2025, TOBA mencatatkan pendapatan dari kontrak dengan pelanggan sebesar US$ 172,21 juta. Angka ini menunjukkan penurunan signifikan sebesar 30,75% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (Year on Year/YoY), yang mencapai US$ 248,67 juta.
Dampak dari penurunan pendapatan ini sangat terasa pada operasional perusahaan. TOBA harus menanggung rugi usaha sebesar US$ 5,19 juta, berbanding terbalik dengan laba usaha sebesar US$ 65,90 juta yang berhasil diraih pada Juni 2024.
Direktur TBS Energi Utama, Juli Oktarina, menjelaskan bahwa penurunan kinerja ini disebabkan oleh dua faktor utama. Pertama, volume penjualan batu bara dari segmen pertambangan mengalami penurunan. Kedua, harga jual rata-rata batu bara juga terkoreksi.
Bara Makmur Abadi Jual Sebagian Saham di TBS Energi Utama (TOBA)
Lebih detail, TOBA melaporkan bahwa volume penjualan batu bara merosot tajam dari 1,7 juta ton menjadi hanya 0,7 juta ton. Sementara itu, harga jual rata-rata juga terpangkas dari US$ 83 per ton menjadi US$ 52,9 per ton.
“Tren penurunan harga ini sejalan dengan pergerakan indeks harga batu bara global yang terus melandai sejak tahun lalu,” ungkap Juli dalam keterangan resminya, Rabu (30/7/2025).
Juli menambahkan, penurunan volume penjualan ini merupakan imbas dari melemahnya permintaan batu bara secara global. Menghadapi situasi ini, TOBA memutuskan untuk menyesuaikan strategi penjualan, menunggu momentum harga beli yang lebih menguntungkan.
Meskipun demikian, segmen bisnis batu bara masih menjadi kontributor utama pendapatan TOBA, dengan sumbangan sebesar US$ 91,6 juta atau 53% dari total pendapatan. Namun, porsi ini mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yang mencapai 82%.
“Penurunan ini mencerminkan upaya TBS Energi dalam mengurangi ketergantungan terhadap sektor batu bara dan mempercepat transisi menuju portofolio bisnis yang lebih beragam,” jelas Juli.
Saat ini, TOBA tengah membangun fondasi untuk transisi portofolio ke sektor-sektor yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan, seperti pengelolaan limbah, energi terbarukan, dan kendaraan listrik. Langkah ini diambil sebagai bagian dari komitmen perusahaan terhadap keberlanjutan.
Secara keseluruhan, per Juni 2025, TOBA mencatatkan rugi bersih sebesar USD 115,3 juta. Sebagian dari kerugian ini disebabkan oleh pencatatan rugi non-kas dari divestasi dua anak usaha pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Kedua anak usaha tersebut adalah PT Minahasa Cahaya Lestari (MCL) dan PT Gorontalo Listrik Perdana (GLP), yang proses divestasinya telah rampung pada Maret 2025 dan Mei 2025. Rugi non-kas dari divestasi ini tercatat sebesar US$ 96,9 juta.
Meskipun mencatatkan kerugian, Juli menegaskan bahwa hal ini tidak berdampak negatif pada arus kas perusahaan. Justru sebaliknya, divestasi ini menghasilkan tambahan dana segar berupa pemasukan ke dalam kas TOBA sebesar US$ 123,6 juta.
TBS Energi Utama (TOBA) Berupaya Perkuat Lini Bisnis Non-Batubara
Secara keseluruhan, meskipun kinerja keuangan TOBA di semester pertama 2025 kurang memuaskan, perusahaan tetap optimis dengan strategi diversifikasi bisnis yang sedang dijalankan. Fokus pada sektor-sektor yang lebih berkelanjutan diharapkan dapat menjadi mesin pertumbuhan baru bagi TOBA di masa depan.
Ringkasan
PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) mengalami kerugian pada semester pertama tahun 2025 akibat penurunan penjualan di sektor pertambangan dan perdagangan batu bara. Pendapatan perusahaan turun signifikan sebesar 30,75% menjadi US$ 172,21 juta, mengakibatkan rugi usaha sebesar US$ 5,19 juta.
Penurunan kinerja ini disebabkan oleh merosotnya volume penjualan batu bara dan terkoreksinya harga jual rata-rata. Meskipun demikian, TOBA tetap optimis dengan strategi diversifikasi bisnis ke sektor-sektor berkelanjutan seperti energi terbarukan dan kendaraan listrik, sebagai upaya mengurangi ketergantungan pada batu bara.