Telkom Raup Rp 73 Triliun: Ini Sumber Pendapatan Terbesarnya!

Hikma Lia

BANYU POS, Jakarta – PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (Telkom) berhasil mencatatkan kinerja positif di paruh pertama tahun 2025, dengan pendapatan konsolidasi mencapai Rp 73 triliun.

“Di tengah dinamika industri yang terus berubah, Telkom terus mempercepat implementasi strategi transformasi untuk memperkuat daya saing dan menciptakan nilai jangka panjang,” ujar Direktur Utama Telkom, Dian Siswarini, dalam keterangan resminya di Jakarta, Jumat, 1 Agustus 2025. Pernyataan ini menggarisbawahi komitmen Telkom dalam beradaptasi dan berinovasi di era digital.

Selain pendapatan yang solid, Telkom juga mencatatkan EBITDA konsolidasi sebesar Rp 36,1 triliun dengan margin EBITDA yang sehat, yaitu 49,5 persen. Lebih lanjut, perseroan berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp 11 triliun, dengan margin laba bersih 15 persen. Angka-angka ini menunjukkan fundamental bisnis Telkom yang kuat dan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan.

Kontributor utama pendapatan Telkom masih berasal dari bisnis data, internet, dan IT services, yang mencapai Rp 42,5 triliun. Hal ini menegaskan peran penting sektor digital dalam pertumbuhan perusahaan. Sementara itu, pendapatan dari lini bisnis network dan layanan telekomunikasi lainnya mengalami peningkatan signifikan sebesar 9,8 persen secara tahunan, menjadi Rp 7,5 triliun. Peningkatan ini didorong oleh kinerja positif dari bisnis solusi pembayaran (payment solutions), jaringan (network), dan satelit.

Tidak hanya itu, lini bisnis interkoneksi juga menunjukkan pertumbuhan yang menjanjikan, yaitu sebesar 2,4 persen secara tahunan menjadi Rp 5,0 triliun. Pertumbuhan ini terutama didorong oleh peningkatan trafik pada segmen international wholesale voice. Dian menambahkan, “Kami percaya bahwa kecepatan dalam mengeksekusi transformasi menjadi kunci untuk memenangkan pasar digital yang sangat kompetitif saat ini.”

Pada segmen consumer (mobile and fixed broadband), Telkomsel, sebagai anak usaha Telkom, mencatatkan pendapatan sebesar Rp 53,8 triliun. Menariknya, digital business menjadi mesin utama pertumbuhan, menyumbang 90,6 persen dari total pendapatan seluler Telkomsel. Hal ini menunjukkan adopsi layanan digital yang semakin tinggi di kalangan pelanggan seluler.

Segmen enterprise juga mencatatkan kinerja yang solid dengan pendapatan sebesar Rp 10 triliun. Sementara itu, segmen wholesale and international mencatat pendapatan sebesar Rp 9,7 triliun, tumbuh 4,7 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini menunjukkan ekspansi bisnis Telkom yang berkelanjutan di pasar korporasi dan internasional.

Di sisi bisnis menara telekomunikasi, Mitratel, anak usaha Telkom lainnya, membukukan pendapatan positif sebesar Rp 4,6 triliun dengan pertumbuhan 2,2 persen secara tahunan. Hal ini mengindikasikan bahwa infrastruktur telekomunikasi tetap menjadi aset yang berharga bagi Telkom.

Meskipun demikian, pada semester I 2025, realisasi belanja modal (capex) Telkom Group tercatat sebesar Rp 9,5 triliun, atau 13,0 persen dari total pendapatan. Angka ini mengalami penurunan sebesar 18,7 persen secara tahunan. Dian menjelaskan bahwa penurunan rasio capex-to-revenue sejalan dengan strategi Telkom untuk menerapkan fokus yang lebih tajam pada alokasi belanja modal. Tujuannya adalah memastikan bahwa baik belanja modal (capex) maupun belanja operasional (opex) digunakan dengan pendekatan berbasis pengembalian investasi. Dengan kata lain, Telkom lebih selektif dan efisien dalam mengalokasikan sumber daya untuk investasi yang paling menguntungkan.

Pilihan Editor: Risiko Oligopoli di Industri Seluler

Ringkasan

Telkom mencatatkan pendapatan konsolidasi sebesar Rp 73 triliun pada paruh pertama tahun 2025. Laba bersih tercatat sebesar Rp 11 triliun. Kontributor terbesar pendapatan berasal dari bisnis data, internet, dan IT services yang mencapai Rp 42,5 triliun.

Pendapatan Telkomsel mencapai Rp 53,8 triliun, dengan digital business sebagai penyumbang utama. Realisasi belanja modal (capex) Telkom Group tercatat sebesar Rp 9,5 triliun, mengalami penurunan sebagai bagian dari strategi alokasi belanja modal yang lebih fokus dan efisien.

Also Read

Tags