BANYU POS JAKARTA. Kabar kurang sedap datang dari PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN). Perusahaan pertambangan mineral ini mencatatkan kinerja yang kurang memuaskan sepanjang semester I-2025.
AMMN harus menelan pil pahit berupa rugi bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$ 148,72 juta. Angka ini berbanding terbalik dengan periode yang sama tahun sebelumnya, di mana perusahaan berhasil meraup laba bersih hingga US$ 475,25 juta. Penurunan laba bersih ini menjadi sorotan utama para investor dan analis.
Tidak hanya itu, penjualan bersih AMMN juga mengalami penurunan signifikan. Pada semester I-2025, penjualan bersih tercatat hanya US$ 182,60 juta, merosot tajam sebesar 88,21% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai US$ 1,55 miliar. Penurunan yang drastis ini tentu menimbulkan pertanyaan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Manajemen AMMN mengakui bahwa penurunan kinerja ini tak lepas dari tantangan operasional yang dihadapi dalam proses komisioning smelter tembaga. Smelter tembaga yang sedang dalam tahap transisi menuju produksi penuh ini menjadi fokus perhatian perusahaan.
Proses komisioning smelter tembaga memang dikenal kompleks dan memakan waktu, sesuai dengan standar global. Tantangan ini berpotensi memengaruhi tingkat produksi AMMN selama sisa tahun 2025. Dengan kata lain, kinerja perusahaan di semester II-2025 akan sangat bergantung pada kelancaran operasional smelter.
IHSG Berpotensi Koreksi Usai Euforia HUT Kemerdekaan RI
“Oleh karena itu, kami terus berdiskusi secara aktif dengan pemerintah terkait fleksibilitas ekspor konsentrat yang penting untuk menjaga keberlanjutan operasi serta mendukung kontribusi fiskal bagi perekonomian daerah maupun nasional,” ungkap Presiden Direktur AMMN, Arief Sidarto, dalam keterbukaan informasi pada 31 Juli 2025. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa AMMN berharap dukungan pemerintah untuk menjaga stabilitas operasional perusahaan.
Menanggapi kondisi ini, Analis Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI), Muhammad Wafi, menilai bahwa peluang AMMN untuk memulihkan kinerja keuangan masih cukup berat. Namun, ia melihat adanya potensi perbaikan jika proses transisi operasi smelter berjalan lancar dan beroperasi penuh pada akhir tahun. Setidaknya, rugi bersih emiten tersebut bisa dipangkas.
“Sentimen lain bagi emiten ini adalah prospek harga tembaga yang positif seiring transisi energi global dan kepastian regulasi hilirisasi,” kata Wafi pada Senin (18/8). Prospek harga tembaga yang positif diharapkan dapat menjadi angin segar bagi kinerja AMMN di masa mendatang.
Lebih lanjut, Wafi menambahkan bahwa kebijakan AS yang menerapkan tarif impor 0% untuk tembaga, termasuk dari Indonesia, dapat menjadi katalis positif bagi AMMN, mengingat perusahaan ini akan mengoperasikan smelter yang menghasilkan produk olahan tembaga. “Dampak kebijakan ini baru terasa setelah 2026,” imbuhnya. Kebijakan ini diprediksi akan memberikan dampak positif dalam jangka panjang bagi AMMN.
Sementara itu, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menekankan pentingnya AMMN untuk memperkuat strategi efisiensi operasional selagi menunggu smelter tembaga beroperasi penuh. Hal ini dianggap krusial untuk menahan risiko kerugian yang lebih mendalam akibat keterlambatan produksi smelter.
Secara umum, permintaan komoditas tembaga yang menjadi andalan AMMN dinilai cukup prospektif, terutama untuk industri kabel, elektronik, hingga kendaraan listrik. “Peluang ini bisa dimanfaatkan AMMN ketika smelternya beroperasi,” kata Nafan pada Senin (18/8).
Nafan merekomendasikan akumulasi beli saham AMMN dengan target harga di level Rp 9.850 per saham. Sementara itu, Wafi menyarankan untuk menahan (Hold) saham AMMN dengan target harga Rp 8.000 per saham. Rekomendasi ini mencerminkan pandangan yang beragam mengenai potensi saham AMMN di tengah kondisi yang menantang ini.
Penguatan IHSG Ditopang Saham Lapis Kedua, Intip yang Masih Menarik
Ringkasan
PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) mengalami rugi bersih sebesar US$ 148,72 juta pada semester I-2025, berbanding terbalik dengan laba bersih tahun sebelumnya. Penurunan ini disebabkan oleh tantangan operasional dalam proses komisioning smelter tembaga dan penurunan penjualan bersih yang signifikan. Manajemen AMMN berharap dukungan pemerintah terkait fleksibilitas ekspor konsentrat untuk menjaga keberlanjutan operasi.
Analis menilai pemulihan kinerja keuangan AMMN cukup berat, namun potensi perbaikan ada jika transisi smelter berjalan lancar. Prospek harga tembaga yang positif dan kebijakan tarif impor 0% AS untuk tembaga dari Indonesia dapat menjadi katalis positif bagi AMMN. Analis merekomendasikan strategi investasi yang bervariasi, mulai dari akumulasi beli hingga menahan saham AMMN.