BANYU POS – JAKARTA. Harga minyak dunia menunjukkan kenaikan tipis pada perdagangan Rabu (20 Agustus 2025) pagi, namun secara umum masih stabil di kisaran US$ 62 per barel. Pada pukul 07.30 WIB, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September 2025 di New York Mercantile Exchange tercatat berada di level US$ 62,60 per barel. Angka ini menunjukkan kenaikan sebesar 0,40% dibandingkan hari sebelumnya yang berada di US$ 62,35 per barel.
Stabilnya harga minyak ini didorong oleh laporan yang mengindikasikan adanya penurunan persediaan minyak di Amerika Serikat. Di sisi lain, para investor juga tengah mencermati perkembangan terbaru terkait prospek pembicaraan gencatan senjata antara Ukraina dan Rusia.
Mengutip laporan dari Bloomberg, berdasarkan sumber internal, American Petroleum Institute (API) melaporkan bahwa persediaan minyak mentah AS mengalami penurunan sebesar 2,4 juta barel pada pekan lalu. Data resmi mengenai hal ini rencananya akan dirilis pada Rabu malam.
Harga Minyak Masih Dibayangi Gejolak Geopolitik
Perkembangan seputar potensi gencatan senjata di Ukraina terus menjadi fokus perhatian pasar. Hal ini menyusul serangkaian upaya pembicaraan tingkat tinggi yang ditengahi oleh Presiden Donald Trump.
Muncul harapan bahwa kesepakatan damai dapat mengurangi pembatasan terhadap ekspor minyak mentah Rusia, meskipun diperkirakan Moskow akan tetap mempertahankan sebagian besar pasokan minyaknya.
Namun demikian, prospek harga minyak dalam jangka panjang masih diperkirakan akan cenderung bearish. Hal ini didasarkan pada ekspektasi terjadinya kelebihan pasokan (oversupply) pada akhir tahun 2025, seiring dengan peningkatan produksi dari negara-negara anggota OPEC+.
Ringkasan
Harga minyak dunia menunjukkan kenaikan tipis namun cenderung stabil di kisaran US$ 62 per barel pada hari Rabu, 20 Agustus 2025. Stabilnya harga ini didukung oleh laporan penurunan persediaan minyak mentah di Amerika Serikat dan harapan gencatan senjata antara Ukraina dan Rusia.
Investor terus memantau perkembangan pembicaraan gencatan senjata yang berpotensi mengurangi pembatasan ekspor minyak mentah Rusia. Meskipun demikian, prospek harga minyak jangka panjang diperkirakan bearish karena ekspektasi oversupply seiring peningkatan produksi dari negara-negara OPEC+.