RAPBN 2026: DPR & Pemerintah Sepakat Asumsi Ekonomi Makro!

Hikma Lia

Komisi XI DPR RI dan pemerintah telah mencapai kesepakatan krusial mengenai asumsi dasar ekonomi makro yang akan menjadi landasan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Keputusan penting ini diambil dalam rapat kerja yang melibatkan tokoh-tokoh kunci seperti Menteri Keuangan, Menteri PPN/Kepala Bappenas, Gubernur Bank Indonesia (BI), dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Rapat tersebut berlangsung di Kompleks Parlemen pada hari Jumat, 22 Agustus 2025.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa kesepakatan ini akan menjadi fondasi penting dalam pembahasan RAPBN 2026 selanjutnya. “Poin-poin yang telah disepakati dalam rapat ini akan menjadi bahan utama bagi kami untuk melanjutkan pembahasan di Badan Anggaran,” ujarnya. Pemerintah, lanjut Sri Mulyani, berkomitmen untuk terus menjalin komunikasi intensif dengan Komisi XI DPR guna memastikan RAPBN 2026 dapat disahkan menjadi Undang-Undang. Tujuannya adalah agar APBN 2026 dapat segera diimplementasikan.

Sebagai tanda persetujuan resmi, Ketua Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun, mengetuk palu. “Dengan mengucap syukur alhamdulillah, saya nyatakan bahwa kesimpulan rapat Komisi XI DPR hari ini disetujui,” kata Misbakhun, menandai langkah maju dalam proses penyusunan anggaran negara.

Asumsi Dasar RAPBN 2026: Pilar Ekonomi yang Disepakati

Rapat tersebut menghasilkan serangkaian target dan proyeksi penting untuk tahun 2026. Salah satu poin krusial adalah target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 persen, dengan harapan inflasi dapat dikendalikan di angka 2,5 persen (year on year). Selain itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dipatok pada level Rp 16.500, sementara suku bunga Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun diperkirakan berada di angka 6,9 persen.

Tidak hanya itu, sasaran pembangunan juga menjadi fokus utama. Pemerintah menargetkan penurunan tingkat pengangguran terbuka menjadi 4,44–4,96 persen, serta penurunan angka kemiskinan menjadi 6,5–7,5 persen. Bahkan, pemerintah memiliki ambisi besar untuk menekan angka kemiskinan ekstrem hingga 0–0,5 persen. Indeks gini, yang mengukur ketimpangan pendapatan, ditargetkan berada di kisaran 0,377–0,380. Selain itu, indeks modal manusia diharapkan mencapai 0,57, dan indeks kesejahteraan petani diharapkan meningkat menjadi 0,7731.

“Capaian pertumbuhan ekonomi yang berkualitas akan tercermin dalam pencapaian target pembangunan nasional, termasuk penciptaan lapangan kerja formal sebesar 37,95 persen dan peningkatan GNI per kapita menjadi US$ 5.520,” tegas Misbakhun, menggarisbawahi pentingnya sinergi antara pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Proyeksi Penerimaan Negara dan Kebijakan Perpajakan yang Strategis

Pemerintah memproyeksikan total penerimaan negara pada tahun 2026 akan mencapai Rp 3.147,7 triliun. Sumber utama penerimaan ini diharapkan berasal dari sektor perpajakan, yang ditargetkan menyumbang Rp 2.692 triliun. Angka ini terdiri dari penerimaan pajak sebesar Rp 2.357,7 triliun, kepabeanan dan cukai sebesar Rp 334,3 triliun, serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 455 triliun. Selain itu, pemerintah juga memperkirakan adanya penerimaan hibah sebesar Rp 0,7 triliun.

Untuk mengamankan dan memperkuat basis penerimaan negara, pemerintah telah menyiapkan serangkaian langkah strategis. Beberapa di antaranya termasuk ekstensifikasi cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan, penyesuaian kebijakan cukai hasil tembakau, intensifikasi bea masuk perdagangan internasional, penerapan bea keluar untuk komoditas batu bara dan emas, penegakan hukum untuk memberantas peredaran barang kena cukai ilegal dan penyelundupan, serta peningkatan pengawasan terhadap nilai barang impor.

Strategi Jitu untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan

Kesepakatan mengenai asumsi RAPBN 2026 juga mencakup strategi komprehensif untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Pemerintah berkomitmen untuk memperkuat daya beli masyarakat, mempercepat reformasi struktural, meningkatkan investasi yang berorientasi pada ekspor, memperluas pasar ekspor, serta memperluas program hilirisasi berbagai komoditas strategis. Belanja kementerian dan lembaga akan diarahkan ke sektor-sektor strategis, dengan fokus pada program pembangunan daerah yang inklusif.

“Program alokasi pembangunan nasional pada setiap kabupaten dan kota akan disampaikan selambat-lambatnya pada tanggal 5 September 2025,” pungkas Misbakhun, menegaskan komitmen pemerintah untuk memastikan pembangunan yang merata di seluruh wilayah Indonesia.

Ringkasan

Komisi XI DPR RI dan pemerintah telah menyepakati asumsi dasar ekonomi makro untuk RAPBN 2026. Kesepakatan ini meliputi target pertumbuhan ekonomi 5,4%, inflasi 2,5%, nilai tukar Rupiah Rp 16.500 per dolar AS, dan suku bunga SBN 10 tahun sebesar 6,9%. Pemerintah berkomitmen untuk menjalin komunikasi intensif dengan DPR guna memastikan RAPBN 2026 dapat disahkan dan segera diimplementasikan.

Pemerintah memproyeksikan penerimaan negara tahun 2026 sebesar Rp 3.147,7 triliun, dengan sektor perpajakan sebagai kontributor utama. Strategi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan mencakup penguatan daya beli masyarakat, reformasi struktural, peningkatan investasi berorientasi ekspor, dan hilirisasi komoditas. Pemerintah juga menargetkan penurunan tingkat pengangguran dan kemiskinan, serta peningkatan indeks modal manusia dan kesejahteraan petani.

Also Read

Tags