Sponsored

IHSG Rebound Pasca Reshuffle: Peluang atau Risiko Koreksi?

Hikma Lia

BANYU POS JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan sinyal pemulihan setelah sempat terkoreksi menyusul perombakan (reshuffle) kabinet oleh Presiden Prabowo Subianto.

Seperti diketahui, Presiden Prabowo melakukan reshuffle kabinet pada Senin, 8 September lalu. Dalam perubahan tersebut, lima posisi menteri mengalami pergantian.

Sponsored

Adapun nama-nama menteri yang terkena reshuffle adalah Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Budi Gunawan, dan Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo, yang hingga saat ini belum diumumkan penggantinya.

Selain itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani digantikan oleh Purbaya Yudhi Sadewa, Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Abdul Kadir Karding digantikan Mukhtarudin, dan Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi digantikan Fery Juliantono.

Pada hari Senin tersebut, IHSG ditutup pada level 7.766,84, mengalami penurunan sebesar 1,28% atau 100,49 poin. Penurunan berlanjut pada hari Selasa (9/9), dengan IHSG kembali ditutup melemah 1,78% ke level 7.628. Namun, pada perdagangan hari Rabu (10/9), IHSG mulai menunjukkan tren positif dengan kenaikan 0,92% ke level 7.699.

Kabar baik berlanjut pada hari Kamis (11/9/2025), di mana IHSG terus bergerak menghijau sejak awal perdagangan. Data dari RTI menunjukkan bahwa pada pukul 14.50 WIB, IHSG berada di level 7.752, naik 0,64% dibandingkan perdagangan hari Rabu.

IHSG Dibuka Naik ke 7.773, Top Gainers LQ45: JPFA, MAPI dan AMMN, Kamis (11/9)

Rebound Teknikal

Ekonom Panin Sekuritas, Felix Darmawan, menjelaskan bahwa kenaikan IHSG sejak pagi hari ini lebih didorong oleh technical rebound, setelah sebelumnya terkoreksi cukup dalam akibat isu reshuffle kabinet.

Menurutnya, pasar mulai merespons positif sinyal stabilitas fiskal yang diberikan oleh Menteri Keuangan yang baru, serta dukungan sentimen global terkait prospek pemangkasan suku bunga oleh The Fed.

“Namun, kenaikan ini belum sepenuhnya solid. IHSG masih rentan terhadap volatilitas jika tensi politik domestik kembali meningkat,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (11/9).

VP Equity Retail Kiwoom Sekuritas Indonesia, Oktavianus Audi, berpendapat bahwa penguatan IHSG didorong oleh beberapa sentimen kunci.

Pertama, adanya technical rebound. Beberapa emiten telah memasuki area oversold, sehingga memicu aksi spekulasi di pasar.

Kedua, pasar mulai mengantisipasi potensi pemangkasan Fed Fund Rate (FFR) sebesar 25 basis poin (bps), yang membuka ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk melonggarkan kebijakan suku bunga serta berpotensi menarik aliran dana asing (inflow).

Ketiga, respons terhadap kebijakan pemerintah, khususnya wacana pemindahan dana sebesar Rp 200 triliun yang saat ini mengendap di Bank Indonesia (BI) untuk disalurkan ke sistem perekonomian.

“Kami melihat keberlanjutan optimisme ini akan bergantung pada implementasi kebijakan yang berjalan sesuai dengan target,” ujarnya kepada Kontan, Kamis.

Namun, di sisi lain, arus dana asing masih mencatatkan angka keluar (outflow) yang signifikan, mencapai Rp 1,3 triliun pada perdagangan kemarin. Selain itu, nilai tukar Rupiah kembali terdepresiasi ke level Rp16.468 per dolar Amerika Serikat (AS).

“Hal ini memunculkan kekhawatiran di pasar bahwa penguatan IHSG saat ini hanya bersifat technical rebound jangka pendek,” ungkapnya.

IHSG Naik 0,86% ke 7.765 Sesi I, JPFA, BBTN dan BBNI Top Gainers LQ45, Kamis (11/9)

Rencana Suntikan Likuiditas

Investment Analyst Infovesta Utama, Ekky Topan, menyatakan bahwa katalis utama yang mendorong rebound IHSG kali ini berasal dari sentimen rencana pemerintah, melalui Kementerian Keuangan, untuk menyuntikkan dana segar sebesar Rp 200 triliun ke pasar.

Dampak dari sentimen ini langsung terasa pada pergerakan sektor perbankan, terutama saham-saham Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), yang menjadi pemimpin penguatan indeks pada hari ini.

Selain itu, rilis data inflasi AS kemarin yang menunjukkan perlambatan juga meningkatkan probabilitas penurunan suku bunga oleh The Fed dalam pertemuan FOMC September mendatang.

Dengan kombinasi kedua katalis ini, peluang penguatan IHSG masih terbuka lebar dalam waktu dekat. Sentimen negatif dari reshuffle kabinet sebelumnya pun cenderung sudah diperhitungkan (priced in) oleh pasar.

“Sehingga, selama tidak ada tekanan atau kejutan baru dari sisi domestik maupun global, tren penguatan indeks masih berpotensi berlanjut secara bertahap,” ujarnya kepada Kontan, Kamis.

Prospek Akhir Tahun

Felix melihat bahwa sentimen positif utama untuk pergerakan IHSG hingga akhir tahun adalah ekspektasi penurunan suku bunga The Fed, yang dapat mendorong masuknya arus modal asing ke pasar negara berkembang (emerging market), serta stimulus fiskal pemerintah pada paruh akhir tahun 2025.

Sementara itu, sentimen negatif berasal dari ketidakpastian politik pasca-reshuffle, potensi perlambatan ekonomi global, dan gejolak harga komoditas.

Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, Felix memproyeksikan bahwa IHSG masih realistis berada di kisaran 7.900–8.100 pada akhir tahun 2025. Namun, proyeksi ini bergantung pada kemampuan meredam tensi politik.

Simak Proyeksi Pergerakan IHSG dan Rekomendasi Saham Pilihan untuk Kamis (11/9)

Sektor unggulan yang diperkirakan akan mendominasi hingga akhir tahun ini masih didominasi oleh perbankan dengan kapitalisasi pasar besar (big cap), yang didukung oleh likuiditas dari kebijakan Menteri Keuangan Purbaya dan profitabilitas emiten perbankan yang stabil.

Selain itu, sektor komoditas logam/energi juga diprediksi akan mendapat dukungan dari tren harga global, serta sektor consumer staples yang relatif defensif.

“Ada peluang rotasi ke sektor infrastruktur atau poultry jika pemerintah menggenjot belanja pasca-reshuffle,” ungkapnya.

Audi juga memproyeksikan bahwa IHSG secara konservatif akan ditutup dalam rentang level 7.900-8.100 pada akhir tahun 2025.

Emiten yang berpotensi mendapatkan dorongan sentimen positif adalah emiten yang sensitif terhadap suku bunga (interest rate sensitive) dan yang terkait dengan komoditas.

Selain itu, dengan adanya wacana kebijakan pemerintah untuk menggelontorkan likuiditas ke sistem perekonomian, sektor perbankan, khususnya Himbara, diprediksi akan mendapatkan sentimen positif.

Audi merekomendasikan untuk membeli (buy) saham BBRI, BMRI, dan TLKM dengan target harga masing-masing Rp 4.200 per saham, Rp 5.600 per saham, dan Rp 3.240 per saham. Rekomendasi trading buy juga diberikan untuk PGAS dengan target harga Rp 1.880 per saham.

BBNI Pimpin Penguatan Saham Big Banks Perdagangan Sesi Pertama

Beberapa Sentimen Pendorong

Ekky melihat beberapa sentimen utama yang akan memengaruhi pergerakan IHSG hingga akhir tahun 2025.

Pertama, arah stabilitas politik domestik dan kejelasan kebijakan fiskal, termasuk regulasi serta potensi stimulus baru. Jika kebijakan pemerintah ke depan bersifat pro-pasar, hal ini akan menjadi faktor positif bagi indeks.

Kedua, peluang penurunan lanjutan suku bunga BI pada semester II juga menjadi sentimen yang mendorong sektor-sektor yang sensitif terhadap suku bunga (interest-sensitive) seperti properti dan perbankan.

Ketiga, perkembangan harga komoditas, baik logam maupun energi, masih akan menjadi kontributor penting dalam menjaga kinerja emiten sektor bahan baku.

“Dengan mempertimbangkan semua faktor tersebut, IHSG berpotensi menembus level 8.099 hingga akhir tahun, terutama jika tidak ada tekanan tambahan dari sisi eksternal,” katanya.

Menurut Ekky, terdapat beberapa sektor unggulan yang masih menarik untuk diperhatikan hingga akhir tahun. Pertama, sektor bahan baku, khususnya logam mulia seperti emas, yang mendapat dukungan dari tren global dan peningkatan permintaan sebagai aset aman (safe haven).

BEI Suspensi Saham AMMS, LION, PIPA, ITMA, dan FITT per Kamis (11/9)

Kedua, sektor infrastruktur dan hilirisasi. Sektor ini didorong oleh komitmen pemerintah terhadap industrialisasi dan penguatan rantai pasok domestik.

Ketiga, sektor energi terbarukan dan CPO, yang mendapatkan dukungan dari transisi energi serta peningkatan konsumsi domestik.

Terakhir, sektor perbankan, konsumsi, dan properti. Sektor-sektor ini berpotensi terangkat oleh harapan penurunan suku bunga, masuknya kembali investor asing, serta dorongan likuiditas dari stimulus pemerintah.

“Dengan valuasi IHSG yang saat ini kembali ke level yang atraktif, peluang rotasi sektor ke nama-nama yang sebelumnya tertinggal bisa menjadi tema utama dalam beberapa bulan ke depan,” ungkapnya.

Dari sektor perbankan, Ekky melihat BMRI masih menarik untuk dikoleksi, karena valuasi dan harga sahamnya masih relatif tertinggal (lagging) dibandingkan emiten bank lainnya. Target harga jangka panjang untuk BMRI adalah Rp 6.000 – Rp 6.300 per saham.

Dari sektor konsumer, terdapat JPFA yang mendapatkan stimulus dari potensi kerja sama program makan bergizi gratis (MBG) dan kinerja yang membaik. Target harga JPFA berpeluang mencapai Rp 2.000 per saham dalam jangka pendek dan Rp 2.500 per saham untuk target jangka panjang.

Dari sektor properti, Ekky melihat SMRA dan CTRA masih berada di posisi yang cukup menarik untuk diakumulasi. Target harga SMRA berpotensi berada di kisaran Rp 550 per saham di akhir tahun, dan CTRA, jika berbalik arah, target harganya berpotensi mencapai level Rp 1.300 – Rp 1.350 per saham untuk jangka panjang.

Kabar Akuisisi Bikin Harga Saham Blue Chip Ritel Ini Melonjak, Apakah Saatnya Beli?

Ringkasan

IHSG menunjukkan pemulihan (rebound) setelah sempat terkoreksi akibat isu reshuffle kabinet yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto. Kenaikan ini didorong oleh technical rebound, sentimen stabilitas fiskal dari Menteri Keuangan baru, dan antisipasi pemangkasan suku bunga oleh The Fed. Namun, pasar masih khawatir karena arus dana asing masih mencatatkan angka keluar dan nilai tukar Rupiah kembali terdepresiasi.

Analis memproyeksikan IHSG berpotensi mencapai 7.900-8.100 pada akhir tahun 2025, bergantung pada meredamnya tensi politik dan sentimen positif dari penurunan suku bunga The Fed serta stimulus fiskal pemerintah. Sektor perbankan, komoditas logam/energi, dan consumer staples diperkirakan akan mendominasi, dengan rekomendasi saham seperti BBRI, BMRI, TLKM, dan PGAS.

Sponsored

Also Read

Tags