KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kinerja emiten perunggasan terus menunjukkan sinyal positif, ditopang oleh serangkaian sentimen bullish. Faktor-faktor pendorong utama meliputi kenaikan harga ayam yang signifikan, perbaikan fundamental keseimbangan pasokan dan permintaan di pasar, meningkatnya daya beli masyarakat, serta dukungan kuat dari program strategis pemerintah, Makan Bergizi Gratis (MBG).
Andreas Saragih, seorang analis dari Mirae Asset Sekuritas, mengungkapkan bahwa harga Day Old Chick (DOC) dan ayam broiler di wilayah Jawa Barat melonjak pada Agustus 2025. Kenaikan ini membawa kedua komoditas tersebut masing-masing mencatatkan posisi harga tertinggi kedua dan ketiga dalam delapan bulan terakhir. Pemulihan signifikan ini merupakan cerminan nyata dari keberhasilan upaya pengurangan kelebihan pasokan di pasar, menyusul langkah pemusnahan atau culling yang telah dilakukan oleh para integrator.
Andreas merinci, rata-rata harga pasar bulanan DOC tercatat mencapai Rp 5.939 per ekor pada Agustus 2025. Angka ini menunjukkan peningkatan yang impresif sebesar 12,2% secara bulan ke bulan (month on month/MoM) dan melonjak 44,4% secara tahunan (year on year/YoY), menjadikannya level tertinggi kedua selama delapan bulan pertama di tahun 2025. Dampak dari penguatan harga DOC tersebut turut mengerek naik rata-rata harga DOC untuk kuartal III-2025 menjadi Rp 5.615 per ekor. Kenaikan ini signifikan, mencapai 33,8% secara kuartalan (quarter on quarter/QoQ) dan 3,8% secara tahunan (YoY).
Tak kalah mengesankan, rata-rata harga pasar bulanan ayam broiler berada pada level Rp 18.722 per kilogram (kg). Angka ini naik 2,8% MoM dan 5,3% YoY, sekaligus memposisikannya di urutan ketiga tertinggi sepanjang periode Januari hingga Agustus 2025. Alhasil, penguatan harga tersebut mendorong naik rata-rata harga broiler untuk kuartal III-2025 menjadi Rp 18.465 per kg, yang berarti peningkatan sebesar 13,1% QoQ dan 0,6% YoY.
Namun demikian, penting untuk dicatat bahwa meskipun telah mengalami rebound bulanan, harga DOC dan broiler masih berada di bawah harga acuan baru yang ditetapkan pada Juli 2024. Harga acuan tersebut berkisar antara Rp 7.000–Rp 11.000 per ekor untuk DOC dan Rp 25.000 per kilogram untuk ayam broiler. Kondisi ini mengindikasikan potensi kenaikan yang masih sangat besar ke depan, seiring dengan terus berkurangnya kelebihan pasokan dan membaiknya daya beli masyarakat.
“Ke depan, harga DOC dan broiler diproyeksikan akan melanjutkan tren peningkatan dalam beberapa bulan mendatang,” ujar Andreas dalam risetnya yang dirilis pada Kamis (18/9/2025) lalu. Kenaikan harga ini ditopang kuat oleh perbaikan fundamental dinamika permintaan dan penawaran pasar, berkat dampak positif program culling yang efektif. Selain itu, peningkatan daya beli masyarakat yang didukung oleh penyaluran bantuan sosial pemerintah, serta implementasi program Makan Bergizi Gratis (MBG), turut menjadi katalis positif.
Beralih ke sisi harga pakan, Andreas mencatat bahwa rata-rata harga pasar bulanan jagung domestik pada Agustus 2025 mengalami kenaikan sebesar 8% secara MoM dan melonjak 24,3% secara YoY, mencapai Rp 5.316 per kg. Kenaikan ini menandakan tren positif, dengan harga jagung domestik mengalami kenaikan bulanan dan tahunan selama tiga bulan berturut-turut. Secara keseluruhan, rata-rata harga pasar bulanan jagung domestik pada kuartal III-2025 naik 10% QoQ dan 18,9% YoY, mencapai Rp 5.118 per kg.
Andreas menilai bahwa kenaikan harga ini disebabkan oleh meningkatnya permintaan jagung di tengah pasokan yang lebih terbatas selama periode antar panen. Ia juga memprediksi tekanan kenaikan harga akan terus berlanjut, seiring dengan proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai volume panen jagung yang lebih rendah hingga akhir tahun. Sementara itu, harga bungkil kedelai (SBM) tetap berada di level yang cukup menguntungkan, dengan rata-rata US$ 283,11 per ton, meskipun masih tercatat turun 12,2% secara tahunan.
Mirae Asset mempertahankan rekomendasi overweight untuk sektor perunggasan, melihat adanya dampak positif yang signifikan dari program voluntary culling. Selain itu, peningkatan jumlah penerima manfaat program Makan Bergizi Gratis (MBG), biaya bahan baku yang relatif terkendali, serta perbaikan daya beli masyarakat yang didorong oleh penyaluran bantuan sosial pemerintah, semakin memperkuat prospek sektor ini.
Kendati demikian, Andreas menyoroti sejumlah risiko yang berpotensi menekan prospek sektor unggas. Risiko-risiko tersebut termasuk harga DOC dan broiler yang bergerak lebih rendah dari perkiraan, daya beli masyarakat yang lebih lemah dari ekspektasi, biaya input produksi yang lebih tinggi dari estimasi awal, serta dampak program MBG yang mungkin lebih kecil dari proyeksi.
Saham pilihan teratas Mirae Asset di sektor ini adalah PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA). Perseroan dianggap unggul karena kemampuannya menyeimbangkan harga dan profitabilitas secara optimal antara segmen pakan dengan DOC, ayam broiler, serta makanan olahan, sekaligus dinilai memiliki potensi kenaikan nilai yang lebih besar.
Secara terpisah, Indy Naila, seorang Investment Analyst dari Edvisor Profina Visindo, berpendapat bahwa harga DOC maupun ayam broiler berpotensi melanjutkan tren penguatan, didorong oleh fundamental permintaan yang stabil. “Selain itu, dari sisi pasokan ayam dan DOC yang masih mengalami gangguan juga turut berkontribusi pada potensi kenaikan harga,” ujar Indy kepada Kontan pada Minggu (21/9/2025). Ia juga menjelaskan bahwa kenaikan harga ayam ini berdampak positif pada margin profitabilitas perusahaan unggas terkemuka seperti JPFA, PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN), dan PT Malindo Feedmill Tbk (MAIN). Namun demikian, investor perlu mewaspadai potensi kenaikan harga pakan yang dapat menekan biaya operasional, serta cermat mencermati faktor regulasi pemerintah yang dinamis.
Berdasarkan analisis tersebut, Andreas merekomendasikan buy untuk saham JPFA dengan target harga Rp 2.400 per saham dan trading buy untuk saham CPIN dengan target harga di level Rp 5.800 per saham. Sementara itu, Indy menyarankan investor untuk memantau saham CPIN, dengan proyeksi target harga di Rp 5.500 per saham.