Sponsored

Rekomendasi Saham Mid Cap: Potensi Cuan Hingga Akhir 2025

Hikma Lia

BANYU POS JAKARTA. Saham-saham dengan kapitalisasi pasar menengah dan kecil tengah menjadi sorotan karena performanya yang gemilang. Hal ini tecermin pada pergerakan Indeks IDX SMC Composite yang terus menanjak.

Hingga penutupan perdagangan Rabu (1/10), Indeks IDX SMC Composite telah melonjak 25,57% secara year to date (ytd). Angka ini jauh melampaui Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang “hanya” menguat 13,61% sepanjang tahun berjalan.

Sponsored

Kinerja impresif juga ditunjukkan oleh Indeks IDX SMC Liquid, yang juga mengukur performa saham-saham dengan kapitalisasi pasar kecil dan menengah, dengan kenaikan sebesar 10,25%. Lonjakan signifikan ini mengindikasikan bahwa investor semakin gencar memburu saham-saham lapis kedua.

Saham Teknologi Indonesia dan Bursa Asia Kompak Menguat, Ini Sentimen Pendorongnya

Sukarno Alatas, Senior Equity Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, mengamati bahwa keberhasilan IDX SMC Composite mengungguli IHSG didorong oleh beberapa faktor. Di antaranya adalah rotasi sektor, sentimen dari investor ritel dan institusi, serta kinerja fundamental sejumlah emiten yang solid.

Sukarno melihat bahwa peluang penguatan bagi saham-saham berkapitalisasi pasar kecil dan menengah masih terbuka lebar. Hal ini didukung oleh beberapa sentimen positif yang akan datang.

“Terutama melalui momentum window dressing, laporan keuangan kuartal III yang akan segera dirilis, dan katalis dari kontrak-kontrak baru. Meskipun demikian, risiko profit taking juga cukup tinggi mengingat sebagian saham sudah mengalami kenaikan yang signifikan,” jelasnya kepada Kontan, Selasa (30/9/2025).

Senada dengan hal tersebut, Investment Analyst Infovesta Kapital Advisory, Ekky Topan, berpendapat bahwa saham-saham dengan kapitalisasi pasar kecil dan menengah yang tergabung dalam indeks IDX SMC Composite masih menjanjikan hingga akhir tahun 2025.

“Kinerja indeks yang melampaui IHSG menjadi indikasi adanya rotasi pasar ke saham-saham lapis dua. Terutama karena valuasinya yang lebih atraktif dan minim tekanan dari aksi jual investor asing,” ujarnya.

Ekky menambahkan bahwa banyak emiten mid cap yang tengah menjalankan aksi korporasi, melakukan ekspansi bisnis, atau melakukan transformasi model bisnis. Hal ini dinilai prospektif oleh para investor, sehingga mendorong investor domestik untuk meningkatkan eksposur mereka ke saham-saham mid dan small cap.

Sebagai contoh, dalam beberapa bulan terakhir, bahkan sejak semester pertama tahun ini, marak terjadi aksi akuisisi dan pergantian pemegang saham pengendali. Salah satunya adalah PT Mega Manunggal Property Tbk (MMLP) yang diakuisisi oleh entitas Grup Astra.

Pelemahan PMI Manufaktur Jadi Sentimen Negatif bagi Saham Otomotif, Ini Saran Analis

Selain itu, terdapat aksi korporasi dari emiten mid cap dan small cap lainnya, seperti PT Sinergi Inti Andalan Prima Tbk (INET) yang berencana melakukan rights issue dengan target perolehan dana segar sebesar Rp 3,2 triliun untuk pengembangan bisnis.

“Momentum window dressing di akhir tahun juga biasanya memberikan dorongan tambahan untuk saham-saham berkapitalisasi menengah yang memiliki kinerja solid,” imbuh Ekky.

Menurutnya, selama investor asing belum benar-benar kembali masuk ke pasar saham, saham-saham dengan kapitalisasi pasar besar atau big caps akan tetap kesulitan untuk mendapatkan momentum pembalikan.

Strategi Investasi di Kuartal IV

“Oleh karena itu, mid cap kemungkinan besar masih akan menjadi primadona hingga akhir tahun. Namun, perlu diingat bahwa volatilitas saham pada saham-saham mid cap cenderung tinggi,” kata Ekky mengingatkan.

Untuk menyiasati hal tersebut, Ekky menyarankan strategi akumulasi bertahap saat harga terkoreksi atau pullback ke level support yang kuat. Ia juga menyarankan untuk menghindari mengejar harga yang sudah terlalu tinggi saat sentimen euforia tengah melanda.

Sukarno juga memberikan saran bagi para investor. Menurutnya, strategi yang tepat adalah selektif dalam memilih emiten dengan fundamental yang kuat dan likuiditas yang memadai. Ia juga merekomendasikan penggunaan trailing stop atau take profit secara bertahap, masuk pasar secara bertahap untuk menghindari pembelian di harga puncak, serta melakukan diversifikasi antar sektor.

Mid cap berpotensi tetap menjadi primadona di akhir tahun, namun tidak merata. Oleh karena itu, fokus sebaiknya ditujukan pada saham-saham dengan valuasi yang wajar, kinerja yang konsisten, dan prospek industri yang positif,” tegasnya.

Sukarno mengungkapkan beberapa saham yang masih menarik untuk dicermati. Pertama, TINS, yang diuntungkan oleh kenaikan harga komoditas timah. Kedua, saham PGEO yang sudah terkoreksi cukup signifikan dari puncaknya dan secara teknikal menunjukkan indikasi untuk kembali bergerak menuju uptrend.

Lebih lanjut, Sukarno merekomendasikan trading buy atau beli TINS dengan target harga di Rp 1.740 atau Rp 1.890. Dia juga merekomendasikan beli PGEO dengan target di Rp 1.800 dan trading buy atau beli ESSA dengan target di Rp 820 atau Rp 910.

Di sisi lain, Ekky menilai bahwa masih ada saham-saham mid cap yang menarik dan belum mengalami kenaikan yang signifikan. Saham-saham tersebut adalah ESSA dengan target jangka menengah di Rp 800–Rp 820, NOBU dengan target harga Rp 740, dan PGEO dengan target jangka menengah Rp 1.850–Rp 2.000.

Ringkasan

Saham-saham mid cap menunjukkan kinerja lebih baik dibandingkan IHSG, didorong oleh rotasi sektor, sentimen investor ritel dan institusi, serta fundamental emiten yang solid. Analis memprediksi potensi penguatan saham-saham ini masih terbuka hingga akhir 2025, didukung oleh window dressing, laporan keuangan kuartal III, dan kontrak baru, meski risiko profit taking tetap ada.

Strategi investasi yang disarankan adalah akumulasi bertahap saat harga terkoreksi, selektif memilih emiten dengan fundamental kuat dan likuiditas memadai, serta diversifikasi antar sektor. Beberapa saham yang direkomendasikan adalah TINS, PGEO, ESSA, dan NOBU dengan target harga yang spesifik.

Sponsored

Also Read

Tags