BANYU POS – JAKARTA. Target penawaran umum perdana (Initial Public Offering/IPO) tahun ini tampaknya sulit tercapai. Hingga kuartal III 2025, Bursa Efek Indonesia (BEI) baru mencatat 23 perusahaan yang melantai di bursa saham.
Angka ini jauh dari target ambisius BEI, yaitu 66 perusahaan IPO tahun ini. Dengan kata lain, realisasi baru mencapai 38,33% dari target yang ditetapkan. Bahkan, jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2024, jumlah IPO mengalami penurunan signifikan sebesar 46,51% dari 34 IPO.
Meskipun demikian, masih ada harapan. BEI mencatat 11 perusahaan yang berada dalam pipeline dan berencana untuk melangsungkan IPO. Namun, sekalipun seluruh perusahaan tersebut berhasil melantai di akhir tahun, jumlahnya tetap akan berada di bawah target yang dicanangkan oleh otoritas bursa.
Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia, I Gede Nyoman Yetna, tetap optimis terhadap perkembangan pencatatan saham baru di tahun 2025. “Jumlah tersebut masih menunjukkan tren positif, terutama dari nilai dana yang berhasil dihimpun, meskipun secara kuantitas masih belum mencapai target,” jelasnya kepada Kontan, Jumat (3/10/2025).
Sentimen Asing & Rumor IPO Superbank Dongkrak EMTK, Layak Masuk Sekarang?
Meskipun jumlah IPO lebih sedikit, nilai dana yang berhasil dihimpun dari 23 IPO hingga kuartal III mencapai Rp 15,1 triliun. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan kuartal III-2024, di mana 34 IPO hanya menghasilkan total dana Rp 5,15 triliun.
Tahun ini, beberapa IPO mencatatkan nilai yang sangat besar. PT Merdeka Gold Resources Tbk (EMAS) menjadi emiten dengan penghimpunan dana terbesar hingga kuartal III-2025. Anak usaha PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) ini berhasil meraup dana segar sebesar Rp 4,69 triliun dari IPO. Jumlah ini melampaui perolehan dana PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA) yang mencapai Rp 2,37 triliun.
Secara umum, Nyoman menjelaskan bahwa kondisi geopolitik global turut memengaruhi minat perusahaan untuk melakukan IPO. Namun, pertumbuhan jumlah emiten baru di Indonesia masih lebih baik dibandingkan bursa di negara ASEAN lainnya.
Berdasarkan data World Federation of Exchanges, jumlah perusahaan tercatat di BEI tumbuh 0,95% secara year to date (ytd) per Agustus 2025. Nyoman menyebutkan bahwa angka ini lebih tinggi dibandingkan bursa Thailand, Filipina, Vietnam, maupun Singapura yang justru mengalami penurunan.
Terkait dengan 11 perusahaan yang berada di pipeline, Nyoman menekankan bahwa fokus BEI tidak hanya pada percepatan proses listing, tetapi juga pada persiapan kualitas perusahaan.
“Tujuannya adalah agar setiap calon perusahaan tercatat memiliki aspek pemenuhan regulasi dan kepatuhan yang baik, going concern perusahaan yang terjaga, serta dapat memberikan manfaat bagi stakeholder pasar modal,” katanya.
Saham Merdeka Gold Resources (EMAS) Melesat Usai IPO, Begini Pandangan Analis
Nyoman berharap jika calon perusahaan tercatat dapat memenuhi persyaratan tersebut dalam sisa tahun ini, mereka akan dapat menambah pilihan investasi saham bagi investor di Indonesia.
Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia, Budi Frensidy, berpendapat bahwa saat ini BEI tidak lagi mengejar kuantitas perusahaan tercatat, melainkan mulai mengutamakan kualitas.
Menurutnya, perubahan sikap BEI ini didasari oleh banyaknya emiten baru yang bermasalah dalam beberapa tahun terakhir. “Oleh karena itu, penurunan jumlah IPO ini tidak mengejutkan, dan ke depan target BEI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sepertinya akan diturunkan,” terangnya pada Selasa (7/10/2025).
Ringkasan
Target IPO Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2025 terancam tidak tercapai. Hingga kuartal III, baru 23 perusahaan yang IPO, jauh dari target 66 perusahaan. Meskipun ada 11 perusahaan dalam pipeline, realisasi IPO menunjukkan penurunan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Meskipun jumlah IPO lebih sedikit, nilai dana yang berhasil dihimpun mencapai Rp 15,1 triliun, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. BEI menekankan fokus pada kualitas perusahaan yang IPO, bukan hanya kuantitas. Pengamat pasar modal berpendapat bahwa BEI kini lebih mengutamakan kualitas emiten baru untuk menghindari masalah di kemudian hari.