BANYU POS – Fluktuasi adalah sahabat sekaligus musuh pasar saham. Ibarat roller coaster, harga saham bisa melesat tinggi di satu momen, namun tak jarang pula anjlok drastis secara tiba-tiba. Respons umum investor awam seringkali adalah kepanikan, diikuti penjualan aset saat tren menurun tajam. Namun, Warren Buffett, investor legendaris yang sangat dihormati di seluruh dunia, justru melihat periode gejolak ini sebagai ladang potensi besar.
Buffett percaya, di tengah badai ketidakpastian itulah peluang investasi sejati muncul. Melalui kearifannya, ia mengajarkan bahwa reaksi emosional adalah musuh investasi. Mengutip dari Investopedia, berikut adalah prinsip-prinsip penting yang dianjurkan Buffett untuk menghadapi pasar saham yang sedang terguncang.
Wijaya Karya (WIKA) Kembali Gelar RUPO dan RUPSU Bulan Ini, Simak Jadwalnya
Tetap Tenang dan Hindari Menjual Terburu-buru
Kunci pertama dalam menghadapi pasar saham yang bergejolak, menurut Buffett, adalah mempertahankan ketenangan pikiran. Ia kerap menekankan bahwa investor harus mampu “menjaga kepala tetap dingin” saat nilai aset anjlok. Filosofi terkenalnya, “the stock market is designed to transfer money from the active to the patient”, menjelaskan esensi ini: pasar saham dirancang untuk mengalihkan kekayaan dari mereka yang terlalu reaktif kepada mereka yang bersabar.
Menjual aset karena dorongan panik ketika harga telah merosot tajam berarti mengunci kerugian yang sebenarnya masih bersifat sementara. Daripada tergesa-gesa menjual, Buffett menyarankan investor untuk menahan diri, memandang fluktuasi harga sebagai gangguan sesaat, dan selalu berorientasi pada investasi jangka panjang.
“Be Fearful When Others Are Greedy, and Be Greedy Only When Others Are Fearful”
Adagium Warren Buffett yang paling ikonik adalah, “Be fearful when others are greedy, and be greedy only when others are fearful.” Kutipan ini menjadi landasan strategi investasi kontrarian yang ia terapkan. Maknanya jelas: ketika pasar saham ramai dipenuhi euforia dan semua orang berebut membeli (greedy), investor harus justru bersikap hati-hati (fearful). Sebaliknya, saat ketakutan melanda dan banyak pihak menjual aset karena panik (fearful), di situlah sesungguhnya peluang emas untuk membeli (greedy) terbuka lebar.
Buffett secara nyata menerapkan prinsip ini saat krisis keuangan 2008. Di kala banyak investor lain diliputi ketakutan akan keruntuhan total pasar saham, ia dengan berani menginvestasikan dana besar di Goldman Sachs. Melalui kesepakatan obligasi preferen dengan dividen 10% dan saham warrant, langkah strategis ini kemudian mendatangkan keuntungan substansial bagi Berkshire Hathaway, membuktikan validitas filosofinya.
Kinerja Timah (TINS) Prospektif Usai Dapat 6 Smelter, Ini Rekomendasi Analis
Fokus pada Fundamental Bisnis
Berbeda dengan kebanyakan investor yang cenderung bereaksi terhadap setiap gejolak harga, Warren Buffett memilih untuk tidak terpancing oleh fluktuasi pasar saham jangka pendek. Baginya, esensi terpenting terletak pada kekuatan fundamental bisnis itu sendiri: apakah produk atau layanan perusahaan tetap relevan, seberapa besar pangsa pasar yang dimilikinya, dan bagaimana prospek jangka panjangnya. Harga adalah cerminan sesaat, namun nilai sejati ada pada bisnis yang mendasarinya.
Buffett sering mengajukan pertanyaan reflektif: apakah penurunan harga saham sebesar 30% akan mengubah jumlah konsumen yang minum Coca-Cola atau menggunakan kartu American Express di tahun mendatang? Jika jawabannya “tidak signifikan”, maka artinya nilai intrinsik dan fundamental bisnis tersebut tetap solid, dan pasar saham hanya bereaksi secara berlebihan.
Contoh klasik dari pendekatan ini adalah investasinya pada saham Washington Post di tahun 1973. Kala itu, pasar saham sedang lesu, dan Buffett mengakuisisi saham tersebut dengan harga yang jauh di bawah nilai intrinsik yang telah ia kalkulasi. Meskipun harga saham sempat kembali anjlok, Buffett tidak goyah karena keyakinannya pada potensi jangka panjang bisnis tersebut. Hasilnya luar biasa: investasi senilai US$ 10,6 juta pada waktu itu melonjak menjadi lebih dari US$ 200 juta di tahun 1985, sebuah bukti nyata kekuatan investasi fundamental.
Jangan Terlalu Berusaha Menebak “Waktu Pasar” (Market Timing)
Salah satu kesalahan fatal dalam investasi, menurut Warren Buffett, adalah mencoba memprediksi kapan pasar saham akan mencapai titik terendah atau tertinggi. Usaha untuk melakukan “market timing” atau menebak waktu pasar ini ia seibaratkan sebagai “fool’s game” atau permainan bodoh. Alih-alih berusaha memperkirakan pergerakan pasar yang mustahil, Buffett jauh lebih menyukai strategi investasi “buy and hold” yang berorientasi jangka panjang.
Konsistensinya terlihat dari kepemilikan saham Coca-Cola yang telah ia pertahankan selama puluhan tahun, serta American Express yang sudah ia genggam sejak era 1960-an. Meskipun godaan untuk keluar masuk pasar sering muncul, terutama saat berita buruk beredar dan muncul pertanyaan seperti, “Harga sudah turun, apakah akan jatuh lebih dalam lagi?”, Warren Buffett mengingatkan investor untuk tidak tergoda. Keluar masuk pasar saham hanya berdasarkan prediksi spekulatif justru berisiko tinggi dan seringkali merugikan.
Simpan Cadangan Kas sebagai Peluru Finansial
Berlawanan dengan saran umum dari banyak penasihat keuangan yang mendorong investor untuk “selalu terinvestasi penuh”, Warren Buffett memiliki pandangan yang berbeda. Ia menganggap kas sebagai “amunisi finansial” yang krusial, yaitu modal siap pakai yang disimpan untuk dimanfaatkan saat peluang investasi yang langka dan sangat menguntungkan muncul.
Berkshire Hathaway, perusahaan yang ia pimpin, terkenal karena kerap memegang cadangan dana tunai yang signifikan, bahkan di tengah periode pasar saham yang sedang bullish. Strategi ini memungkinkan Buffett untuk bertindak cepat ketika krisis melanda dan investor lain dilanda panik menjual aset mereka. Saat itulah ia memiliki “peluru” untuk mengakuisisi aset berkualitas dengan harga diskon. Dalam suratnya kepada pemegang saham pada tahun 2010, Buffett bahkan menyatakan komitmennya untuk selalu mempertahankan setidaknya US$ 10 miliar dalam bentuk kas.
Tonton: Gubernur Se-Indonesia Geruduk Purbaya Protes Pemotongan TKD 2026
Kesimpulan: Menjadikan Krisis sebagai Kesempatan
Inti dari filosofi investasi Warren Buffett dapat disimpulkan dalam satu prinsip sederhana: jangan pernah membiarkan emosi menguasai keputusan investasi Anda. Memang benar, pasar saham akan selalu mengalami pasang surut, dengan periode penurunan yang tajam. Namun, dengan tetap menjaga ketenangan, berpegang teguh pada analisis fundamental bisnis yang kuat, dan memiliki cadangan kas sebagai modal siap sedia untuk mengambil peluang, setiap krisis dapat diubah menjadi momen emas untuk membeli, bukan menjual.
Singkatnya, ketika mayoritas investor lain dilanda panik dan reaktif, Anda memiliki kesempatan untuk tetap berpikir rasional dan strategis. Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, saat pasar saham pulih dan kembali membaik, Anda akan berada dalam posisi yang jauh lebih kuat dan menguntungkan, siap memetik hasil dari ketenangan dan visi jangka panjang Anda.