BANYU POS – JAKARTA. Emiten di sektor unggas atau poultry diproyeksikan akan membukukan kinerja yang sangat positif. Proyeksi ini didukung oleh perkiraan kenaikan konsumsi daging ayam menjelang momen akhir tahun yang biasanya memicu lonjakan permintaan.
Abdul Azis Setyo, seorang Equity Research Analyst dari Kiwoom Sekuritas Indonesia, menegaskan bahwa prospek saham sektor unggas memang sangat menjanjikan. Khususnya bagi PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA), yang diyakini akan meraup keuntungan signifikan dari peningkatan permintaan pasar dan kenaikan average selling price (ASP) atau harga jual rata-rata produk unggas.
“Kinerja sektor unggas diprediksi akan membaik secara substansial, terutama didorong oleh peningkatan permintaan dari program pemerintah ‘Makan Bergizi Gratis’ (MBG) serta konsumsi musiman yang melonjak di akhir tahun,” jelas Azis kepada Kontan, Jumat (10/10/2025).
Simak Rekomendasi Saham Sektor Unggas JPFA, CPIN, MAIN untuk Senin (13/10)
Azis menambahkan bahwa lonjakan permintaan ini berpotensi besar untuk mendorong kenaikan ASP, yang pada gilirannya akan memperbaiki margin keuntungan bagi emiten terintegrasi seperti JPFA. Namun, tantangan utama yang harus diwaspadai adalah volatilitas harga pakan, khususnya jagung dan soybean meal, yang dapat menekan margin. Selain itu, risiko pasokan berlebih (oversupply) dan distribusi program MBG yang belum merata juga bisa menyebabkan fluktuasi harga di pasar.
Senada, Jason Chandra, Analis dari CGS International Sekuritas Indonesia, mengungkapkan bahwa harga broiler nasional menunjukkan tren kenaikan setiap bulan selama kuartal III – 2025, dengan rata-rata kuartalan mencapai Rp 21.000 per kilogram (kg), atau naik 4% secara kuartalan. Kenaikan harga ini didorong oleh upaya culling atau pengurangan populasi pada kuartal II – 2025 dan pengurangan kuota impor grandparent stock (GPS) di tahun 2024.
Berdasarkan hasil penelusuran (channel checks) CGS International Sekuritas pada September 2025, para peternak memang melaporkan adanya kekurangan pasokan day-old-chick (DOC) maupun broiler. Saat ini, para integrator unggas dan mitra peternak mereka tengah berupaya keras meningkatkan utilisasi rumah produksi. Namun, Jason memperkirakan dibutuhkan waktu sebelum stok akhir (FS) dapat masuk ke pasar secara optimal. Secara historis, harga broiler cenderung bertahan tinggi sekitar lima bulan sebelum akhirnya menurun. “Dengan demikian, kami meyakini bahwa margin keuntungan telah pulih dengan baik pada kuartal III – 2025,” ujar Jason.
Prospek Emiten Unggas Dinilai Positif, Simak Rekomendasi Saham JPFA dan CPIN
Selain faktor-faktor tersebut, biaya bahan baku juga diproyeksikan akan menurun. Penurunan ini sejalan dengan harga bungkil kedelai yang berturut-turut melemah, mencapai rata-rata US$ 291 per ton (turun 19% year-on-year) pada kuartal III – 2025. Terlebih lagi, adanya alokasi impor gandum untuk pakan dari Berdikari, perusahaan peternakan milik negara, turut menjadi alternatif pengganti jagung domestik.
Diskusi CGS International Sekuritas dengan sejumlah perusahaan unggas menunjukkan bahwa pasokan jagung domestik memang langka dan harganya naik pada September 2025. Namun, pemerintah memberikan sedikit kelonggaran dengan membuka kembali keran impor gandum untuk pakan, yang sebelumnya sempat dilarang sejak tahun 2022. “Ke depan, kami memperkirakan pasokan jagung domestik akan kembali normal pada kuartal IV – 2025 setelah musim panen September – Oktober. Secara historis, harga jagung domestik cenderung turun sekitar 2% pada bulan-bulan setelah musim panen,” jelas Jason optimis.
Sementara itu, Victor Stefano, Analis BRI Danareksa Sekuritas, menyoroti kuatnya harga ayam buras (LB) di kuartal III – 2025, terutama didorong oleh harga yang mencapai puncaknya pada September 2025 yaitu Rp 23.200 per kg, sebuah rata-rata bulanan tertinggi dalam tiga tahun terakhir. Meskipun Victor memperkirakan harga akan sedikit menurun setelah titik tertinggi September 2025, ia tetap yakin bahwa harga ayam buras akan tetap kokoh di kuartal IV – 2025.
Kekuatan harga ini didukung oleh beberapa faktor: pasokan yang lebih rendah akibat pemotongan kuota impor GPS tahun 2024, belanja pemerintah yang lebih tinggi, peningkatan peluncuran program MBG, dan tren musiman akhir tahun. “Berdasarkan estimasi terbaru kami, program MBG berpotensi menyerap 4,6% – 6,9% dari total produksi ayam bulanan,” ungkap Victor dalam risetnya pada 9 Oktober 2025.
CPIN Chart by TradingView
Hingga akhir tahun, Azis melihat bahwa sentimen penting yang perlu dicermati untuk mengukur kinerja sektor unggas mencakup realisasi program MBG, pergerakan harga pakan global, serta daya beli masyarakat. “Stabilitas biaya pakan dan distribusi program MBG yang efektif akan menjadi penopang utama kenaikan ASP dan profitabilitas sektor ini,” tegas Azis.
Victor sendiri mempertahankan peringkat overweight pada sektor unggas, memperkirakan momentum pendapatan akan terus berlanjut dalam waktu dekat. Memasuki kuartal keempat 2025, Victor melihat adanya perbaikan fundamental dan lingkungan penawaran-permintaan yang lebih seimbang.
Para analis saham kompak memberikan rekomendasi beli untuk beberapa saham emiten unggas. Azis merekomendasikan Buy saham JPFA dengan target harga Rp 2.330 per saham. Jason merekomendasikan Buy saham CPIN (PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk) dan saham JPFA dengan target harga masing-masing Rp 6.800 per saham dan Rp 2.500 per saham. Sementara itu, Victor merekomendasikan Buy saham CPIN, JPFA, dan MAIN (PT Malindo Feedmill Tbk) dengan target harga masing-masing Rp 6.400 per saham, Rp 2.800 per saham, dan Rp 1.500 per saham.