Sponsored

IHSG Rekor Tertinggi! Saham Miliarder RI: Beli atau Jual?

Hikma Lia

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali mencetak sejarah pada Jumat, 19 September 2025, dengan menembus level penutupan tertinggi sepanjang masa (All Time High/ATH) di angka 8.051,11. Penguatan impresif sebesar 0,53% ini tidak hanya memecahkan rekor sebelumnya di 8.025,18 yang dicapai pada Rabu (17/9), tetapi juga secara signifikan didorong oleh performa saham-saham konglomerasi milik para orang terkaya di Indonesia. Fenomena ini lantas menimbulkan pertanyaan besar bagi investor ritel: haruskah mereka ikut serta membeli atau justru bersiap menjual saham-saham penopang indeks ini?

Sponsored

Analisis data bursa menunjukkan bahwa selama periode 15 hingga 19 September, magnet utama penggerak IHSG adalah saham-saham konglomerasi. Nama-nama besar di baliknya termasuk Prajogo Pangestu, yang per September 2025 dinobatkan sebagai orang terkaya di Indonesia versi Bloomberg Billionaire Index dengan kekayaan mencapai US$ 37 miliar (sekitar Rp 615,8 triliun), melalui PT Barito Pacific Tbk (BRPT). Tidak ketinggalan, Grup Sinarmas yang dimiliki keluarga Eka Tjipta Widjaja, dengan estimasi kekayaan US$ 18,9 miliar (sekitar Rp 302 triliun), juga memberikan kontribusi signifikan melalui PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA).

Dalam sepekan terakhir, performa saham-saham konglomerasi ini memang mencuri perhatian. Saham BRPT tercatat melonjak tajam hingga 32,74% dan menyumbang 45,95 poin pada penguatan IHSG. Sementara itu, DSSA juga tidak kalah impresif, dengan kenaikan 11,53% yang turut menggerakkan indeks sebesar 45,23 poin. Kontribusi substansial dari kedua emiten ini menggarisbawahi dominasi pengaruh konglomerat terhadap pergerakan pasar.

Tren penguatan yang didorong oleh saham-saham konglomerasi ini ternyata bukan fenomena baru dalam setahun terakhir. Sejak awal tahun hingga perdagangan Jumat (19/9), sejumlah emiten raksasa telah menjadi lokomotif utama IHSG. PT DCI Indonesia Tbk (DCII) dari Grup Salim memimpin dengan kenaikan fantastis 610,45% secara year-to-date (YtD), menyumbang 303,71 poin. Kemudian ada DSSA yang melesat 208,51% YtD dengan kontribusi 296,15 poin, disusul BRPT yang menanjak 226,09% YtD dengan tambahan 129,07 poin, serta PT Multipolar Technology Tbk (MLPT) dari Grup Lippo yang meroket 749,86% YtD dan memberikan 59,12 poin pada IHSG. Data ini semakin mempertegas peran sentral emiten-emiten besar dalam membentuk pergerakan indeks.

Menyikapi dominasi ini, Analis Korea Investment and Sekuritas Indonesia (KISI), Muhammad Wafi, mengungkapkan pandangannya. Menurut Wafi, dalam jangka pendek, IHSG memang sangat mungkin terdorong oleh saham-saham konglomerasi berkat kapitalisasi pasar yang besar dan likuiditas yang kuat. Namun, untuk dapat mempertahankan diri di level ATH secara berkelanjutan, IHSG memerlukan dukungan yang lebih luas dari sektor-sektor fundamental lainnya, terutama perbankan dan konsumer. “Jika reli ini hanya ditopang oleh euforia grup tertentu, pasar bisa dianggap kurang mencerminkan fundamental pasar secara keseluruhan,” tegas Wafi kepada Kontan pada Minggu (21/9), menyoroti potensi kerentanan jika hanya mengandalkan sentimen tunggal.

Pandangan senada disampaikan oleh Head of Investment Specialist Maybank Sekuritas Indonesia, Fath Aliansyah. Ia meyakini bahwa saham-saham konglomerasi seperti BRPT, DSSA, dan emiten terafiliasi lainnya masih memiliki peluang kuat untuk melanjutkan tren kenaikan. Menurut Fath, prospek ini utamanya ditopang oleh potensi aksi korporasi yang besar, membuat pergerakan harga saham mereka relatif tidak terlalu terpengaruh oleh faktor makroekonomi. “Selama ada aliran dana (flow) yang disertai potensi ekspansi dan aksi korporasi, saham-saham konglomerasi akan terus melanjutkan momentum positifnya,” jelas Fath kepada Kontan pada Minggu (21/9).

Betapa vitalnya peran saham-saham konglomerasi ini tercermin dari estimasi kedua analis. Tanpa kontribusi dominan dari emiten-emiten raksasa ini, Fath Aliansyah memperkirakan bahwa IHSG hanya akan bergerak di kisaran 6.000–7.000. Sementara itu, Muhammad Wafi bahkan memproyeksikan indeks akan stagnan di sekitar level 7.200-an. Proyeksi ini menggarisbawahi bahwa pencapaian ATH IHSG saat ini sangat bergantung pada kekuatan dan dinamika saham-saham konglomerasi.

Melihat lebih dekat pada emiten spesifik, Wafi menguraikan bahwa reli BRPT didorong oleh gelombang euforia hilirisasi petrokimia dan pengembangan energi terbarukan. Narasi besar tentang transisi energi yang digarap serius oleh Grup Prajogo Pangestu menjadi sentimen pendorong kuat. Progres proyek hilirisasi seperti chlor-alkali dan metanol, serta integrasi yang erat dengan emiten satu grup, juga menambah daya picu. Namun, BRPT juga menghadapi risiko signifikan, termasuk kebutuhan belanja modal yang masif dan volatilitas harga energi global yang dapat memengaruhi kinerja.

Sementara itu, kenaikan DSSA dijelaskan Wafi sebagai hasil dari strategi diversifikasi bisnis yang cerdas ke sektor pusat data (data center) dan energi terbarukan, di samping kontribusi yang tetap kuat dari lini usaha batubara. Dukungan solid dari Grup Sinarmas, beserta potensi sinergi di sektor digital dan energi, memperkuat sentimen positifnya. Tantangan yang perlu dicermati bagi DSSA adalah fluktuasi harga batubara dan juga tingginya kebutuhan belanja modal untuk ekspansi di sektor-sektor barunya.

Menutup analisisnya, Muhammad Wafi merekomendasikan para investor untuk mencermati saham BRPT dengan target harga Rp 3.400, serta saham DSSA dengan target harga Rp 125.000. Rekomendasi ini mencerminkan keyakinan akan potensi pertumbuhan yang masih dimiliki oleh kedua raksasa saham konglomerasi tersebut, meski dengan berbagai pertimbangan risiko dan kondisi pasar yang perlu diperhatikan.

Ringkasan

IHSG mencapai rekor tertinggi sepanjang masa (ATH) di angka 8.051,11 pada 19 September 2025, didorong terutama oleh kinerja saham-saham konglomerasi milik orang terkaya di Indonesia seperti Prajogo Pangestu (BRPT) dan keluarga Eka Tjipta Widjaja (DSSA). Saham BRPT melonjak 32,74% dan DSSA naik 11,53%, berkontribusi signifikan pada penguatan IHSG. Tren ini bukan hal baru, dengan beberapa emiten raksasa menunjukkan kenaikan signifikan sepanjang tahun.

Analis memprediksi IHSG bergantung pada kinerja saham-saham konglomerasi ini. Meskipun potensi kenaikan masih ada, terutama karena aksi korporasi dan ekspansi bisnis, IHSG membutuhkan dukungan sektor lain seperti perbankan dan konsumer agar ATH dapat berkelanjutan. Analis merekomendasikan mencermati BRPT dengan target harga Rp 3.400 dan DSSA dengan target harga Rp 125.000, namun investor perlu mempertimbangkan risiko terkait belanja modal dan volatilitas pasar.

Sponsored

Also Read

Tags