BANYU POS JAKARTA. Harga sejumlah komoditas energi utama dunia, termasuk minyak dan batubara, menunjukkan tren penguatan yang berkelanjutan. Fenomena ini dipicu oleh berbagai faktor, terutama pengurangan kapasitas produksi yang tengah berlangsung.
Berdasarkan data dari Trading Economics pada Jumat (26 September 2025), harga minyak mentah jenis WTI (West Texas Intermediate) mengalami kenaikan harian sebesar 0,32% dan mencapai US$ 65,19 per barel. Sementara itu, minyak mentah Brent juga menunjukkan performa positif dengan kenaikan 0,36% menjadi US$ 69,67 per barel.
Tidak hanya minyak, harga batubara juga mengalami lonjakan signifikan, yaitu sebesar 1,29% menjadi US$ 106,4 per ton. Di sisi lain, harga gas alam mengalami koreksi sebesar 0,56% secara harian menjadi US$ 3,177 per MMBtu, meskipun secara akumulatif telah meningkat 10,01% dalam sepekan terakhir.
Presiden Komisioner HFX Internasional Berjangka, Sutopo Widodo, menjelaskan bahwa penguatan harga komoditas energi, khususnya minyak mentah, dipicu oleh kombinasi antara pembatasan geopolitik dan kekhawatiran terkait pasokan.
“Pendorong utama kenaikan harga ini adalah konflik yang berdampak pada pasokan minyak dan bahan bakar dari Rusia, seperti larangan ekspor solar dan bensin,” ungkap Sutopo kepada Kontan, Jumat (26/9/2025).
Harga Minyak Naik Imbas Serangan Pesawat Tak Berawak Ukraina Pangkas Pasokan Rusia
Lebih lanjut, Sutopo menyoroti bahwa serangan yang dilancarkan Ukraina terhadap infrastruktur energi Rusia secara langsung telah mengurangi kapasitas produksi dan ekspor Moskow.
Selain itu, upaya diplomatik yang dilakukan Amerika Serikat (AS) untuk menekan negara-negara pengimpor utama minyak Rusia, seperti Turki, agar menghentikan impor, juga turut memperketat pasar minyak global.
Untuk komoditas gas alam, Sutopo mencermati bahwa kekhawatiran pasokan dipicu oleh penurunan produksi di AS. “Hal ini menciptakan volatilitas harga yang didukung oleh sentimen cuaca,” imbuhnya.
Namun, Sutopo juga mengingatkan bahwa momentum penguatan harga komoditas energi ini dapat terimbangi oleh faktor-faktor lain, seperti kembalinya pasokan minyak dari wilayah Kurdi dan berkurangnya ekspektasi penurunan suku bunga oleh bank sentral AS (The Fed).
Jika hal ini terjadi, laju pertumbuhan permintaan global berpotensi tertahan, yang pada akhirnya dapat membatasi kenaikan harga minyak hingga akhir tahun.
“Pergerakan harga komoditas energi hingga akhir tahun akan sangat dipengaruhi oleh sentimen yang saling bertentangan antara sisi pasokan dan permintaan,” jelas Sutopo.
Untuk minyak, sentimen yang akan mempengaruhinya termasuk dinamika konflik Rusia-Ukraina dan efektivitas sanksi yang diberlakukan. Tak kalah penting, keputusan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC+) terkait pengurangan atau peningkatan produksi juga akan menjadi penentu arah harga.
Di sisi lain, kebijakan moneter yang diambil oleh bank sentral AS (The Fed) akan sangat menentukan laju pertumbuhan ekonomi global dan permintaan energi secara keseluruhan.
Minyak Dunia Catat Kenaikan Mingguan Terbesar Sejak Juni, Rusia Batasi Ekspor BBM
Lebih lanjut, Sutopo memandang bahwa harga batubara akan sangat sensitif terhadap perkembangan pertumbuhan ekonomi dan kebijakan energi yang diterapkan oleh Tiongkok, sebagai konsumen batubara terbesar di dunia.
Sementara itu, harga gas alam akan sangat dipengaruhi oleh musim dingin, yang secara signifikan meningkatkan permintaan pemanas, serta tingkat produksi gas AS, terutama dari LNG (Liquefied Natural Gas).
Dengan mempertimbangkan berbagai faktor tersebut, Sutopo menaksir bahwa harga minyak mentah WTI akan berada di kisaran US$ 59 hingga US$ 65 per barel hingga akhir tahun. Sementara itu, harga minyak mentah Brent berpotensi bergerak di kisaran US$ 65 hingga US$ 85 per barel.
Adapun untuk komoditas lainnya, Sutopo memperkirakan harga batubara dapat bergerak di kisaran US$ 90 hingga US$ 110 per ton, sedangkan harga gas alam diperkirakan berada di kisaran US$ 3,00 hingga US$ 4,30 per MMBtu.