BANYU POS – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil menutup kuartal III lalu dengan performa yang cukup solid. Meskipun demikian, Kiwoom Sekuritas Indonesia memilih untuk tetap mempertahankan target akhir tahun yang cenderung konservatif-moderat.
Pada tanggal 30 September lalu, IHSG tercatat mendarat di level 8.061,06. Angka ini merefleksikan kenaikan signifikan sebesar 4,2% dalam satu bulan, dan bahkan melesat 16,9% sepanjang kuartal III. Kinerja impresif ini menunjukkan ketahanan pasar saham domestik.
Namun, di balik kenaikan tersebut, kinerja IHSG turut diwarnai oleh beberapa tekanan. Pelemahan nilai tukar rupiah sebesar 1,3% secara bulanan menjadi perhatian, disusul oleh arus dana asing yang keluar dari pasar reguler. Tercatat, nilai jual bersih asing atau net sell mencapai Rp 9,45 triliun pada bulan September.
Menyikapi dinamika pasar ini, Tim Kiwoom Research, melalui Kepala Riset Liza Carmelia Suryanata, dalam riset proyeksi Kuartal IV, menegaskan bahwa target akhir tahun konservatif-moderat di level 7.850-8.000 tetap dipertahankan. Konsistensi ini mencerminkan kehati-hatian di tengah gejolak global.
“Proyeksi IHSG untuk kuartal IV memang masih positif, namun diperkirakan akan diwarnai oleh volatilitas tinggi. Hal ini disebabkan oleh kombinasi kompleks antara faktor-faktor domestik dan eksternal yang saling memengaruhi,” demikian bunyi riset yang diterima pada Selasa (7/10).
Kiwoom Sekuritas membagi proyeksinya dalam dua horizon waktu, yaitu jangka pendek dan menengah, memberikan gambaran yang lebih detail mengenai pergerakan IHSG yang akan datang.
Untuk jangka pendek, yakni periode Oktober-November, potensi penutupan anggaran (shutdown) pemerintah Amerika Serikat berisiko memicu sentimen risk-off secara global. Asumsinya, kondisi ini dapat mendorong arus dana asing keluar dari pasar berkembang (emerging market) dengan lebih deras. Oleh karena itu, IHSG diperkirakan dapat kehilangan momentumnya, bergerak cenderung sideways atau bahkan koreksi menuju level 7.800 – 7.900, yang merupakan batas bawah target dari Kiwoom Sekuritas.
Sementara itu, dalam jangka menengah, yaitu di bulan Desember, bursa domestik diproyeksikan memiliki beberapa katalis penguat. Faktor-faktor seperti efek window dressing, rebalancing MSCI, dan reli musiman di bulan Desember diharapkan mampu memberikan dorongan positif. “Jadi, meskipun kuartal IV berpotensi volatil, masih ada peluang bagi IHSG untuk menutup tahun di sekitar level 8.000,” sebut riset tersebut.
Risiko utama yang patut diwaspadai bagi IHSG adalah jika shutdown AS berlangsung berkepanjangan, bahkan lebih dari satu bulan, serta jika Bank Sentral AS Federal Reserve (The Fed) gagal memberikan sinyal yang jelas mengenai arah kebijakan moneternya. Apabila skenario ini terjadi, tekanan dari arus dana asing dapat mempercepat koreksi lebih dalam, bahkan di bawah level 7.800.
Pertimbangan Target IHSG
Dalam catatan analisis Kiwoom Sekuritas Indonesia, secara historis, kinerja IHSG di kuartal IV memiliki peluang yang positif. Bulan Desember seringkali menjadi periode terkuat dibandingkan bulan Oktober dan November, berkat berbagai katalis musiman.
Saat ini, beberapa katalis domestik menjadi sorotan pasar. Kebijakan moneter yang mendukung, dimulai dari pemangkasan suku bunga oleh Bank Indonesia dan potensi pemangkasan lanjutan yang terbuka lebar, serta intervensi agresif di pasar valas dan Surat Berharga Negara (SBN), hingga program Patriot Bonds Danantara, semuanya diharapkan mampu menopang pasar. Selain itu, kinerja fundamental dari laporan keuangan emiten kuartal III menjadi katalis penting, khususnya dari bank-bank besar terkait pertumbuhan kredit dan serapan likuiditas pemerintah sebesar Rp 200 triliun.
Katalis lainnya adalah tren positif harga komoditas ekspor. Kenaikan harga tembaga, CPO, batubara, emas, dan nikel memberikan dukungan signifikan bagi sektor saham komoditas. Tidak ketinggalan, rebalancing MSCI yang akan diumumkan pada 5 November dan berlaku mulai 25 November mendatang akan menjadi pertimbangan penting bagi investor, berpotensi memicu rotasi dana asing di pasar. Katalis pendorong terakhir, dan seringkali menjadi “gacoan”, adalah aksi window dressing. Tradisi di bulan Desember ini secara konsisten menjadi penggerak utama IHSG menjelang penutupan tahun.
Katalis Eksternal
Mengenai faktor eksternal, Amerika Serikat sebenarnya pernah mengalami penutupan anggaran pada periode pertama kepemimpinan Trump. Kala itu, shutdown tersebut tidak serta-merta merontokkan IHSG, dengan efek global yang terasa penuh setelah jeda sekitar 3-4 bulan. Namun, situasi pasar saat ini dinilai berbeda.
Penutupan anggaran pemerintah AS kali ini membuat layanan federal AS resmi ditutup. Jika kondisi ini berlangsung lama, dampaknya bisa meluas, termasuk penundaan data ekonomi utama (seperti payroll dan PDB), The Fed kehilangan acuan untuk rapat FOMC Oktober, serta ratusan ribu pegawai federal dirumahkan. Shutdown terpanjang sebelumnya (34 hari di era Trump) memukul Wall Street secara signifikan. Kali ini, risiko serupa berpotensi menekan pasar global dan pasar berkembang (EM) termasuk IHSG, dengan emas cenderung menguat sebagai aset safe haven.
Posisi IHSG saat ini berada di level yang cukup tinggi, di kisaran 8.000-an, namun diwarnai oleh aksi foreign outflow yang cukup masif. “Artinya buffer kita lebih tipis dibanding tahun 2018-2019, karena asing tidak sedang overweight Indonesia,” ungkap riset tersebut, menyoroti kerentanan pasar.
Katalis eksternal berikutnya yang menjadi perhatian utama pasar adalah kebijakan moneter The Fed. Arah potensi pemangkasan suku bunga ke depan akan sangat menentukan pergerakan arus modal asing dan nilai tukar dolar AS. Pertemuan OPEC+ pada November mendatang juga akan menarik perhatian pasar, di mana potensi peningkatan produksi minyak akan berpengaruh pada harga energi, inflasi global, dan selera risiko (risk appetite) di emerging market.
Selain itu, Konferensi Para Pihak (COP) 30 di Brazil (10–21 November) menjadi katalis penting bagi pergerakan pasar. Forum tahunan perubahan iklim di bawah naungan United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) ini akan mengangkat isu transisi energi, yang berpotensi mendorong narasi komoditas hijau seperti nikel, tembaga, energi baru terbarukan, dan waste-to-energy.
Berbagai pertimbangan kompleks dari faktor domestik dan eksternal inilah yang menjadi dasar bagi Kiwoom Sekuritas untuk tetap mempertahankan target konservatif-moderat bagi IHSG hingga akhir tahun, yaitu di level 7.850-8.000.