BANYU POS, JAKARTA. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indonesia menunjukkan pelemahan signifikan, merosot ke angka 115 pada September 2025. Angka ini lebih rendah dibandingkan capaian bulan sebelumnya yang berada di level 117,2, sekaligus menandai posisi terendah sejak Mei 2022. Sebagai konteks, IKK sempat jatuh hingga 113,1 pada April lalu, mengindikasikan fluktuasi dalam optimisme konsumen.
Penurunan Indeks Keyakinan Konsumen ini, menurut Vita Lestari, Consumer Equity Analyst Sinarmas Sekuritas, mencerminkan adanya sikap kehati-hatian yang lebih tinggi dari masyarakat dalam melihat prospek ekonomi jangka pendek. Kondisi tersebut didorong oleh sejumlah faktor makroekonomi, mulai dari ekspektasi yang menurun terhadap stabilitas ekonomi hingga terbatasnya peluang kerja yang tersedia. Lebih lanjut, persepsi konsumen terkait pendapatan mereka saat ini maupun proyeksi enam bulan ke depan juga menunjukkan tren pelemahan.
Bagi sektor konsumer, tren ini bisa menjadi sinyal awal berkurangnya optimisme serta potensi tekanan pada daya beli masyarakat, terutama untuk produk-produk non-esensial. Namun, dampak dari pelemahan IKK ini diperkirakan tidak akan seragam atau merata pada seluruh emiten di pasar modal.
Menurut Vita Lestari, perusahaan yang bergerak di segmen kebutuhan pokok cenderung akan lebih tangguh menghadapi tantangan ini. Contohnya adalah PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), yang didukung oleh momentum positif dari bisnis crude palm oil (CPO). Demikian pula, PT Cisarua Mountain Dairy Tbk (CMRY) memiliki keunggulan berkat loyalitas konsumen yang kuat dan posisinya yang kokoh di segmen premium. Sementara itu, PT Mayora Indah Tbk (MYOR) justru diuntungkan oleh porsi ekspornya yang besar serta penurunan harga kakao global yang membantu memperbaiki margin keuntungan perusahaan.
Vita Lestari, pada Kamis (9/10/2025), menyatakan optimisme bahwa pelemahan IKK ini kemungkinan hanya bersifat sementara. Seiring dengan tantangan makroekonomi yang ada saat ini, sejumlah kebijakan pemerintah seperti program makan bergizi gratis, penyaluran kredit yang lebih masif, dan berbagai stimulus konsumsi diharapkan mulai berdampak positif terhadap peningkatan daya beli masyarakat menjelang akhir tahun.
Di sisi lain, emiten yang model bisnisnya lebih banyak bergantung pada penjualan produk non-esensial dinilai lebih rentan menghadapi tekanan. PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO), misalnya, berpotensi terdampak karena ketergantungan besar pada produk andalannya, Tolak Angin, yang fleksibilitas permintaannya terbatas saat daya beli masyarakat melemah.
Penting untuk diingat bahwa penurunan IKK bukanlah satu-satunya faktor penentu kinerja emiten di pasar modal. Pergerakan nilai tukar rupiah, porsi ekspor produk, strategi penetapan harga, dan efisiensi operasional perusahaan juga merupakan elemen krusial yang turut memengaruhi hasil penjualan dan profitabilitas. Oleh karena itu, para investor disarankan untuk selalu menganalisis laporan keuangan serta prospek fundamental masing-masing perusahaan secara mendalam sebelum mengambil keputusan investasi saham.
Dalam konteks ini, Vita sendiri secara spesifik merekomendasikan saham CMRY dan INDF kepada investor, dengan target harga masing-masing Rp 5.500 dan Rp 8.800 per saham.