Valas Asia bergerak bervariasi, pasar menunggu keputusan FOMC

Hikma Lia

BANYU POS – – JAKARTA. Pergerakan mata uang Asia menunjukkan variasi yang cukup kentara dalam perdagangan hari Rabu (10/12). Dinamika ini terjadi di tengah antisipasi pasar terhadap berbagai faktor ekonomi global dan sentimen regional.

Sponsored

Berdasarkan data Bloomberg pada pukul 15.40 WIB, Yen Jepang (JPY) tercatat menguat tipis 0,15% ke level 156,65 per dolar AS (USD). Senada, dolar Singapura (SGD) juga menunjukkan kenaikan sebesar 0,15%, mencapai 1,29 per dolar AS. Namun, tren berbeda terjadi pada beberapa mata uang lainnya. Won Korea Selatan (KRW) melemah tipis 0,04% ke posisi 1.470,24 per dolar AS, sementara dolar Taiwan (TWD) turut turun 0,04% menjadi 31,19 per dolar AS, mengindikasikan tekanan terhadap sebagian mata uang regional.

Menanggapi kondisi ini, Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, menjelaskan bahwa tidak ada satu faktor tunggal yang secara dominan memengaruhi pergerakan valuta asing Asia pada hari ini. Menurutnya, sebagian besar mata uang regional masih dalam fase konsolidasi, namun cenderung menghadapi tekanan akibat penguatan dolar AS yang terjadi menjelang pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) malam nanti. Hal ini menciptakan ketidakpastian di pasar valas, terutama bagi mata uang yang memiliki keterkaitan erat dengan dinamika dolar AS.

Lukman menambahkan bahwa untuk jangka pendek, volatilitas JPY dan SGD diperkirakan akan lebih sulit diprediksi. Hal ini disebabkan oleh intervensi aktif yang dilakukan oleh bank sentral masing-masing negara untuk menjaga stabilitas nilai tukar. Intervensi ini dapat menimbulkan fluktuasi mendadak yang membuat pergerakan kedua mata uang tersebut menjadi kurang linear.

Sponsored

Menjelang awal tahun depan, pasar akan menyoroti sejumlah katalis besar yang berpotensi menjadi pendorong utama sentimen mata uang regional. Fokus utama adalah pada arah kebijakan suku bunga The Federal Reserve, dinamika tarif perdagangan global, perkembangan situasi geopolitik di Laut China Selatan, serta pertumbuhan ekonomi China. Faktor-faktor makro ini akan menjadi penentu signifikan bagi prospek valas Asia di masa mendatang.

Prospek valuta asing Asia secara keseluruhan masih terlihat beragam, karena masing-masing mata uang sangat bergantung pada fundamental domestik mereka. Dolar Taiwan (TWD), misalnya, masih ditopang oleh tingginya permintaan ekspor elektronik dan chip, terutama dengan booming industri kecerdasan buatan (AI). Namun, TWD berisiko tertekan jika kekhawatiran akan pecahnya ‘gelembung teknologi’ (tech bubble) terkonfirmasi. Di sisi lain, Won Korea Selatan (KRW) dinilai masih rentan akibat pertumbuhan ekonomi dan kinerja ekspor yang lemah, ditambah dengan ekspektasi kebijakan Bank of Korea (BoK) yang kemungkinan akan lebih longgar pada tahun depan.

Sementara itu, dolar Singapura (SGD) berpotensi mengalami volatilitas tinggi mengingat eksposurnya yang besar terhadap perdagangan global, meskipun inflasi domestik relatif terkendali. Untuk Yen Jepang (JPY), Lukman menilai akan terjadi tarik-ulur antara kebijakan hawkish Bank of Japan (BoJ) dan sikap dovish Perdana Menteri Sanae. Secara umum, tekanan terhadap JPY masih berasal dari selisih suku bunga yang signifikan dengan negara-negara maju lainnya, terutama Amerika Serikat.

Berdasarkan analisisnya, Lukman memproyeksikan kisaran nilai tukar hingga awal tahun 2026 akan berada di level USD/JPY 150–160, USD/TWD 32–33, USD/KRW 1.500–1.550, dan USD/SGD 1,2800–1,3000. Proyeksi ini memberikan gambaran tentang potensi pergerakan mata uang utama Asia di tengah kompleksitas ekonomi global.

Sponsored

Also Read

Tags