BANYU POS – JAKARTA. PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) mencatatkan penurunan laba bersih sebesar 5,6% secara tahunan (YoY) menjadi Rp 10,1 triliun pada Semester I-2025. Penurunan ini juga terlihat pada laba bersih kuartal II yang menyusut 12% YoY menjadi Rp 4,7 triliun.
Analis Ciptadana Sekuritas Asia, Erni Marsella Siahaan, mengungkapkan bahwa penyebab utama penurunan laba bersih ini adalah tekanan pada Net Interest Margin (NIM) yang semakin besar, mencapai 3,9% di Semester II-2025. Secara kumulatif, NIM Semester I-2025 juga mengalami penurunan sebesar 30 basis poin YoY menjadi 3,8%.
Tekanan pada margin ini dipicu oleh peningkatan biaya dana (cost of fund/CoF) dan penurunan imbal hasil aset, terutama pada segmen konsumer dan usaha kecil. Sementara itu, imbal hasil pinjaman grosir cenderung stabil secara triwulanan (QoQ), meskipun menunjukkan tren penurunan secara tahunan (YoY) akibat penurunan acuan Secured Overnight Financing Rate (SOFR). Kabar baiknya, biaya kredit atau cost of credit (CoC) berhasil dijaga tetap terkendali di angka 0,8% pada semester pertama 2025, sesuai dengan proyeksi.
Dari sisi kualitas aset, Non-Performing Loan (NPL) BBNI menunjukkan sedikit perbaikan menjadi 1,9%. Namun, Loan at Risk (LAR) mengalami kenaikan tipis menjadi 10,9%, terutama didorong oleh peningkatan kredit lancar yang direstrukturisasi. Di sisi lain, pertumbuhan kredit tercatat meningkat 7% YoY, sedikit di bawah target yang ditetapkan sebesar 8%-10%.
Pertumbuhan kredit saat ini lebih merata, terutama ke segmen UKM (di luar KUR) dan menengah. Hal ini didukung oleh peningkatan skor kredit dan strategi UKM yang semakin baik. Secara keseluruhan, BNI tetap optimis dan mempertahankan target pertumbuhan kredit tahun 2025, serta panduan CoC di sekitar 1%.
“Meskipun likuiditas yang ketat memberikan tekanan pada NIM, kami melihat adanya sinyal positif perbaikan menjelang paruh kedua tahun 2025. Hal ini didukung oleh aliran kembali jatuh tempo SRBI dan peningkatan belanja pemerintah, di tengah upaya BNI untuk meningkatkan pendanaan murah,” jelas Erni dalam risetnya pada 25 Juli 2025.
Senada dengan itu, Analis BRI Danareksa Sekuritas, Victor Stefano, dalam risetnya tanggal 28 Juli, menyoroti peningkatan pada portofolio kredit UKM di luar KUR. Namun, KUR BBNI mengalami kontraksi akibat proses *underwriting* yang lebih ketat. BBNI terus memprioritaskan penyaluran kredit berkelanjutan yang sejalan dengan kondisi ekonomi saat ini.
“Meskipun indikator seperti imbal hasil SRBI yang lebih rendah mengindikasikan potensi pelonggaran di masa mendatang, kami berpendapat bahwa penurunan biaya pendanaan yang signifikan mungkin masih memerlukan dukungan makroekonomi yang lebih luas,” terang Victor.
Sebagai respons terhadap kondisi pasar, BBNI menurunkan proyeksi NIM tahun 2025 menjadi 3,8% (dari sebelumnya 4% – 4,2%) untuk menyesuaikan dengan tekanan biaya pendanaan yang berkelanjutan. Namun, BBNI tetap mempertahankan proyeksi pertumbuhan kredit di kisaran 8% – 10% dan CoC di kisaran 1%.
“Menurut pandangan kami, risiko utama mencakup tekanan NIM yang berkelanjutan dan potensi penurunan kualitas aset,” ungkap Victor.
Analis Sucor Sekuritas, Edward Lowis, dalam risetnya tanggal 25 Juli 2025, menyatakan bahwa manajemen BNI tetap yakin dengan kinerja yang lebih kuat di semester kedua tahun 2025. Keyakinan ini didasarkan pada proyeksi pertumbuhan kredit sebesar 8%-10% yang didukung oleh antisipasi percepatan belanja fiskal pemerintah dan likuiditas bank yang memadai. Tercatat, loan to deposit ratio (LDR) BNI berada di angka 86% pada semester pertama 2025.
Edward juga menambahkan bahwa kualitas aset BNI tetap terkendali pada kuartal kedua 2025, meskipun terdapat beberapa indikasi penurunan. Rasio LAR bank sedikit meningkat menjadi 11%, dengan peningkatan terlihat di seluruh segmen, terutama di segmen menengah. NPL juga mengalami sedikit peningkatan pada kredit korporasi dan konsumen, masing-masing naik menjadi 1,1% dan 2,1%.
“Meskipun pergerakan ini mencerminkan pelemahan makro yang lebih luas, kami yakin bahwa penurunan tersebut masih dalam level yang terkendali,” kata Edward.
BNI terus mempertahankan penyangga pencadangan yang kuat, dengan cakupan LAR dan NPL masing-masing sebesar 43,1% dan 243,4%. BBNI juga kembali mempertahankan panduan biaya kredit setahun penuh sebesar 1%. Sucor Sekuritas memproyeksikan laba bersih BNI mencapai Rp 21,09 triliun pada tahun 2025, sementara pendapatan bunga bersih (net interest income) diproyeksikan mencapai Rp 40,73 triliun.
Terkait rekomendasi saham BBNI, Erni merekomendasikan “beli” dengan target harga Rp 5.675 per saham. Victor juga merekomendasikan “beli” dengan target harga Rp 4.800 per saham. Sementara itu, Edward merekomendasikan “beli” dengan target harga Rp 5.200 per saham.
Ringkasan
PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) mencatatkan penurunan laba bersih sebesar 5,6% YoY menjadi Rp 10,1 triliun pada Semester I-2025, disebabkan oleh tekanan pada Net Interest Margin (NIM). NIM BNI turun menjadi 3,8% akibat peningkatan biaya dana dan penurunan imbal hasil aset. Meskipun demikian, biaya kredit (CoC) berhasil dikendalikan di angka 0,8%, dan kualitas aset menunjukkan sedikit perbaikan pada NPL menjadi 1,9%.
Meskipun NIM tertekan, BNI tetap optimis dengan kinerja di semester kedua 2025, didukung oleh proyeksi pertumbuhan kredit 8%-10% dan percepatan belanja fiskal pemerintah. Beberapa analis merekomendasikan “beli” saham BBNI, dengan target harga bervariasi antara Rp 4.800 hingga Rp 5.675 per saham. Risiko utama yang diperhatikan adalah potensi tekanan NIM berkelanjutan dan penurunan kualitas aset.