Dana Asing Kembali ke Saham: Peluang Investasi atau Risiko Baru?

Hikma Lia

BANYU POS JAKARTA. Aliran dana asing kembali menyambangi pasar saham domestik dalam sepekan terakhir. Potensi masuknya dana asing ini diperkirakan akan jauh lebih besar di Semester II 2025, asalkan sejumlah sentimen positif dapat terus memberikan dukungan.

Dalam catatan sepekan terakhir, dana asing berhasil masuk sebesar Rp 680,39 miliar di pasar reguler dan Rp 92,91 miliar di seluruh pasar. Namun, dinamika pasar sempat berbalik pada Selasa (29/7/2025), ketika dana asing kembali tercatat keluar Rp 448,53 miliar di pasar reguler dan Rp 420,74 miliar di seluruh pasar. Secara kumulatif, sejak awal tahun, aliran dana asing masih menunjukkan posisi keluar, dengan total Rp 43,98 triliun di pasar reguler dan Rp 59,61 triliun di seluruh pasar.

Di tengah gejolak tersebut, PT Astra International Tbk (ASII) menjadi primadona dengan pencatatan net buy terbesar, mencapai Rp 715,29 miliar di seluruh pasar dalam sepekan terakhir. Saham-saham lain yang juga banyak diburu investor asing meliputi PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan Rp 530,02 miliar, PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) Rp 271,5 miliar, PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) Rp 249,01 miliar, dan PT United Tractors Tbk (UNTR) Rp 194,92 miliar.

Sebaliknya, beberapa saham big caps turut dilepas oleh investor asing. PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menjadi saham yang paling banyak dilego, mencapai Rp 664,12 miliar di seluruh pasar dalam sepekan. Disusul oleh PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang dilepas asing Rp 547,11 miliar, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dijual Rp 355,62 miliar, PT Sentul City Tbk (BKSL) dijual Rp 125,67 miliar, dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) dilepas Rp 79,38 miliar.

Yang Jual Lebih Banyak

Menurut Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia, Budi Frensidy, meskipun beberapa investor asing sudah mulai mengakumulasi saham-saham perbankan dalam dua pekan terakhir, volume aksi jual mereka masih lebih dominan. Namun, dalam sepekan terakhir, tren aksi jual asing tampak mereda. Hal ini disebabkan oleh kepemilikan saham mereka pada emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang sudah semakin minim. Budi memperkirakan bahwa aksi jual asing akan terus mereda, dan pasar saham bisa mencatatkan net buy, kecuali jika ada sentimen negatif baru yang muncul. “Sampai ada berita atau rumor negatif tentang fundamental yang muncul di pasar, seperti laba emiten di kuartal II yang tidak sesuai harapan,” jelasnya kepada Kontan, Selasa (29/7/2025).

Research Analyst Infovesta Kapital Advisori, Arjun Ajwani, mengidentifikasi beberapa pemicu peningkatan net buy asing. Salah satunya adalah lonjakan pergerakan saham dari emiten yang melakukan initial public offering (IPO) pada bulan Juli, seperti PT Indokripto Koin Semesta Tbk (COIN) dan PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA). “CDIA saat ini sudah berhasil mencapai saham dengan kapitalisasi pasar top 15,” ungkap Arjun kepada Kontan, Selasa (29/7/2025). Selain itu, kesepakatan tarif impor Indonesia dengan Amerika Serikat (AS) dan pemangkasan suku bunga Bank Indonesia (BI) juga menjadi sentimen positif yang mendorong kenaikan harga saham pada Juli 2025. “Pasar saham yang undervalued juga mendorong sentimen inflow asing yang membantu mendongkrak harga saham dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG),” tambah Arjun.

Ekonom Panin Sekuritas, Felix Darmawan, menafsirkan arus masuk dana asing belakangan ini sebagai sinyal awal bahwa valuasi saham-saham big cap domestik mulai kembali menarik bagi investor global. Setelah periode outflow asing yang cukup dalam akibat ketidakpastian global dan domestik, investor asing tampaknya mulai melakukan akumulasi terbatas pada saham-saham berfundamental kuat yang telah terkoreksi signifikan sejak awal tahun 2025. “Namun, secara umum, positioning asing masih cenderung hati-hati atau wait and see, mengingat sentimen global masih cukup rapuh, terutama menjelang keputusan The Fed dan potensi repricing ekspektasi suku bunga AS,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (29/7).

Prospek dan Rekomendasi Saham

Arjun memproyeksikan bahwa aliran dana asing ke pasar saham di Semester II 2025 dapat membaik, asalkan sentimen positif terus menyelimuti pasar global, seperti berkurangnya tensi geopolitik dan masalah tarif Trump yang tidak lagi dianggap ancaman. “Perkiraannya bisa lebih baik dibandingkan Semester I 2025 yang tercatat negatif (net sell),” katanya. Menurut Arjun, emiten blue chip dengan likuiditas tinggi akan kembali menjadi pilihan utama para investor asing, terutama yang valuasi sahamnya masih menarik atau undervalued. Emiten perbankan buku empat, ANTM, TLKM, UNTR, dan ASII dipandang akan menjadi favorit investor asing ke depan. Arjun pun merekomendasikan beli untuk saham ASII dengan target harga terdekat di Rp 5.250 – Rp 5.300 per saham, dan menyarankan cut loss jika harga ASII ditutup di bawah Rp 4.800 per saham.

Felix juga optimis terhadap potensi perbaikan arus dana asing di Semester II 2025, terutama dengan mulai dirilisnya kinerja keuangan semester I dan tren pemulihan aktivitas konsumsi serta investasi di dalam negeri. Hal ini akan semakin kuat jika data makro domestik tetap solid, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS stabil, dan imbal hasil surat berharga negara (SBN) cukup atraktif dibandingkan regional. Sentimen positif tambahan juga bisa datang dari kocok ulang indeks MSCI pada Agustus nanti. Rebalancing MSCI secara historis sering menjadi katalis masuknya aliran dana asing, terutama pada saham-saham dengan peningkatan bobot dalam indeks global tersebut. Sektor-sektor yang berpeluang dilirik investor asing di sisa tahun ini meliputi perbankan besar, yaitu BBRI, BBCA, BMRI. Selain itu, sektor telekomunikasi, khususnya TLKM, otomotif dan konsumsi seperti ASII dan ICBP, serta sektor energi dan infrastruktur selektif, juga patut dicermati. Emiten BUMN juga berpotensi menjadi pintu masuk, karena persepsi stabilitas dan relasi yang erat dengan agenda pembangunan nasional. “Namun, emiten konglomerasi juga tetap menarik karena likuiditas dan diversifikasi bisnisnya,” terang Felix.

Sementara itu, Budi Frensidy berpendapat bahwa penggerak utama aliran masuk dana asing ke pasar saham domestik adalah bergabungnya sejumlah emiten di Bursa ke indeks global, termasuk saat rebalancing indeks MSCI pada Agustus 2025. Berbeda dengan pandangan Arjun dan Felix yang cenderung menyoroti sektor spesifik, Budi melihat emiten konglomerasi dengan kapitalisasi pasar besar justru akan lebih dilirik oleh investor asing di Semester II 2025. Menurutnya, investor asing tidak terpaku pada sektor favorit, melainkan lebih fokus pada kinerja dan kapitalisasi pasar dari emiten. “Yang penting big caps untuk (dilirik) investor institusi asing dan sahamnya di-back up oleh konglomerasi yang mereka percaya akan komitmen dan tata kelolanya,” paparnya. Dengan kondisi saat ini dan proyeksi aliran dana asing di Semester II, Budi memperkirakan IHSG berpotensi menyentuh level 7.900 – 8.000 di akhir tahun 2025.

Analis MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana, menambahkan bahwa pergerakan saham ASII berada di level support Rp 4.980 per saham dan resistance Rp 5.150 per saham. Herditya merekomendasikan buy on weakness untuk ASII dengan target harga Rp 5.200 – Rp 5.275 per saham.

Ringkasan

Dana asing kembali mengalir ke pasar saham Indonesia, dengan total Rp 773,3 miliar masuk dalam sepekan terakhir, meskipun secara kumulatif sejak awal tahun masih menunjukkan aliran keluar sebesar Rp 59,61 triliun. Saham PT Astra International Tbk (ASII) menjadi yang paling banyak dibeli investor asing, diikuti oleh BRI, Telkom, GoTo, dan United Tractors. Sebaliknya, Bank Central Asia (BBCA) mengalami penjualan terbesar oleh investor asing.

Para analis memprediksi peningkatan aliran dana asing di Semester II 2025, terutama jika sentimen positif global berlanjut. Faktor-faktor seperti kesepakatan tarif impor dengan AS, pemangkasan suku bunga BI, dan rebalancing indeks MSCI diprediksi akan mendorong hal ini. Saham blue chip dengan likuiditas tinggi dan valuasi menarik, serta emiten konglomerasi dengan kapitalisasi pasar besar, diprediksi menjadi incaran utama investor asing.

Also Read

Tags