KEMENTERIAN Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) angkat bicara mengenai permintaan audit data pertumbuhan ekonomi kuartal II 2025 yang diajukan Center of Economic and Law Studies (Celios) kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Celios secara resmi telah melayangkan surat permohonan penyelidikan kepada lembaga statistik PBB, yaitu United Nations Statistical Division dan United Nations Statistical Commission.
Menanggapi hal ini, Juru Bicara Kemenko Perekonomian, Haryo Limanseto, menegaskan bahwa Badan Pusat Statistik (BPS) adalah lembaga yang memiliki mandat untuk mengelola statistik nasional. “BPS telah bekerja selama puluhan tahun, sehingga pemerintah mempercayakan sepenuhnya tugas ini kepada mereka,” ujar Haryo saat dihubungi Tempo pada Sabtu, 9 Agustus 2025. Lebih lanjut, Haryo menyatakan, “Baik hasilnya menggembirakan, kurang memuaskan, atau sesuai ekspektasi, kami tetap percaya pada lembaga yang diberi mandat dan kewenangan.”
Data BPS menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,12 persen pada kuartal II 2025, sebuah peningkatan signifikan dibandingkan kuartal I 2025 yang mencatatkan angka 4,87 persen. “Tentu saja, kami merasa senang jika hasilnya positif. Ini mencerminkan optimisme,” imbuh Haryo.
Namun, Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira, menjelaskan bahwa permintaan audit ini bertujuan untuk menjaga kredibilitas data yang dirilis oleh BPS. Celios melihat adanya indikasi ketidaksesuaian antara pertumbuhan ekonomi yang dilaporkan sebesar 5,12 persen dengan kondisi riil perekonomian di lapangan. Data ini, menurut Bhima, sangat krusial karena digunakan oleh berbagai pihak, mulai dari lembaga akademis, analis perbankan, dunia usaha, hingga masyarakat umum, untuk keperluan penelitian dan analisis.
Bhima menambahkan bahwa Celios telah menelaah kembali berbagai indikator yang dipublikasikan oleh BPS, termasuk data industri manufaktur. BPS melaporkan bahwa lapangan usaha industri pengolahan tumbuh 5,68 persen pada kuartal II 2025. Akan tetapi, Bhima menyoroti adanya kontradiksi dengan data Purchasing Manager’s Index (PMI) pada periode yang sama, yang justru menunjukkan kontraksi aktivitas manufaktur. “Lantas, apa yang menjadi dasar klaim pertumbuhan industri manufaktur sebesar 5,68 persen? Data yang tidak sinkron seperti ini perlu dijawab dengan transparansi,” tegas Bhima dalam keterangan resminya pada Jumat, 8 Agustus 2025.
Senada dengan Bhima, Direktur Kebijakan Fiskal Celios, Media Wahyudi Askar, mengingatkan bahwa jika terdapat tekanan atau intervensi dalam penyusunan data oleh BPS, hal tersebut bertentangan dengan Fundamental Principles of Official Statistics yang telah diadopsi oleh Komisi Statistik PBB.
Media menekankan bahwa data BPS bukan sekadar persoalan teknis, melainkan memiliki dampak langsung terhadap kredibilitas Indonesia di mata internasional dan kesejahteraan rakyat. Data ekonomi yang tidak akurat, lanjutnya, berpotensi menyesatkan pengambilan kebijakan. “Bayangkan, jika data yang digunakan tidak akurat, pemerintah bisa salah mengambil keputusan, misalnya menunda pemberian stimulus, subsidi, atau pelindungan sosial, karena menganggap kondisi ekonomi baik-baik saja,” paparnya.
Tempo telah berupaya menghubungi Wakil Kepala BPS Sonny Harry Harmadi dan Unit Kerja Kepala Statistik Bidang Media dan Komunikasi BPS Eko Rahmadian untuk mendapatkan tanggapan terkait isu ini. Namun, hingga berita ini diturunkan, keduanya belum memberikan respons.
Pilihan Editor: Mengapa Angka Pertumbuhan Ekonomi BPS Meragukan
Ringkasan
Kemenko Perekonomian menanggapi permintaan audit data pertumbuhan ekonomi kuartal II 2025 oleh Celios kepada PBB, menegaskan bahwa BPS memiliki mandat penuh untuk mengelola statistik nasional. Juru Bicara Kemenko Perekonomian menyatakan pemerintah mempercayai BPS, terlepas dari hasil datanya, yang menunjukkan pertumbuhan ekonomi 5,12 persen pada kuartal tersebut.
Celios mengajukan audit karena menemukan indikasi ketidaksesuaian antara pertumbuhan ekonomi yang dilaporkan dengan kondisi riil di lapangan, khususnya data industri manufaktur yang bertentangan dengan data PMI. Celios menekankan pentingnya kredibilitas data BPS karena dampaknya terhadap kebijakan pemerintah, kredibilitas Indonesia di mata internasional, dan kesejahteraan rakyat.