BANYU POS – JAKARTA. Proyeksi kinerja PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) menunjukkan potensi perbaikan, meskipun bayangan kelesuan masih diperkirakan hingga akhir tahun 2025. Perseroan menghadapi tantangan sekaligus peluang yang patut dicermati investor.
Erlin Budiman, VP of Investor Relations & Corporate Communications SSIA, memaparkan bahwa perseroan memperkirakan pendapatan konsolidasi akan mengalami penurunan sekitar 4% secara tahunan, mencapai Rp 6 triliun pada 2025. Angka ini lebih rendah dibandingkan pendapatan SSIA sepanjang tahun 2024 yang tercatat Rp 6,25 triliun.
Senada, laba bersih juga diproyeksikan menyusut sekitar 14% year-on-year (YoY) menjadi Rp 200 miliar, dibandingkan laba bersih Rp 234 miliar pada akhir 2024. Penurunan laba bersih ini, terang Erlin dalam acara Public Expose Live secara virtual pada Senin (8/9), utamanya disebabkan oleh pergeseran pengakuan sebagian backlogs dari penjualan lahan Sabang Smartpolitan yang baru akan terealisasi di awal tahun 2026.
Surya Semesta Internusa (SSIA) Catatkan Rugi Rp 32,34 Miliar pada Semester I 2025
Analisis dari Retail Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), Indri Liftiany Travelin Yunus, menguatkan bahwa kinerja SSIA pada kuartal II 2025 memang membukukan kerugian sebesar Rp 32,2 miliar. Kerugian ini sebagian besar terbebani oleh penurunan performa segmen perhotelan akibat aktivitas renovasi yang sedang berjalan.
Namun demikian, Indri optimis bahwa SSIA berpotensi memulihkan kinerjanya menjelang akhir tahun 2025. Katalis positif utama datang dari rencana pembelian lahan tambahan di Subang Smartpolitan oleh perusahaan mobil listrik asal China, BYD. Langkah ini, menurut Indri, akan menjadi pendorong signifikan bagi keuangan SSIA.
Melansir data dari RTI, pergerakan saham SSIA dalam sebulan terakhir menunjukkan penurunan 18,18%. Kendati demikian, kinerja saham SSIA sejak awal tahun (year-to-date/YTD) justru mencatatkan kenaikan impresif sebesar 47,21%. Kenaikan harga saham SSIA yang cukup signifikan ini ditopang oleh aksi borong saham oleh dua konglomerat besar Indonesia, yaitu Grup Djarum dan Grup Barito.
Pergerakan harga yang positif tersebut, lanjut Indri, terjadi setelah isu penambahan pembelian lahan oleh BYD mulai diberitakan dan menarik perhatian pasar.
SSIA Chart by TradingView
Dari sisi analisis teknikal, indikator fibonacci retracement saham SSIA saat ini berada dalam “golden area” antara rentang 0,382 hingga 0,5, atau setara dengan level Rp 1.935 – Rp 2.230 per saham. Sementara itu, indikator stochastic oscillator telah memasuki area oversold, namun belum menunjukkan sinyal potensi pembalikan arah dalam waktu dekat.
Melihat kondisi teknikal ini, Indri menyarankan investor untuk memanfaatkan momentum dengan mengoleksi saham SSIA secara bertahap, dimulai dengan porsi kecil. Ia merekomendasikan strategi buy on pullback untuk SSIA dengan entry level di Rp 2.000 – Rp 2.040 per saham. Target harga ditetapkan pada Rp 2.230 per saham, dengan level cutloss jika saham menyentuh Rp 1.935 per saham.