Sponsored

PMI Manufaktur Lesu, Saham Otomotif Tertekan? Analis Beri Saran!

Hikma Lia

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Sektor manufaktur Indonesia menunjukkan aktivitas yang sedikit meningkat pada bulan September 2025, meski ekspansinya terbilang tipis.

Sponsored

Data terbaru dari S&P Global menunjukkan Indeks Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur berada di level 50,4 pada September. Angka ini menunjukkan perlambatan dibandingkan bulan sebelumnya, Agustus, yang mencatatkan angka 51,5.

Harry Su, Managing Director Research & Digital Production Samuel Sekuritas Indonesia, menilai bahwa penurunan PMI manufaktur yang mendekati zona kontraksi merupakan sinyal kurang baik bagi industri manufaktur, termasuk sektor otomotif.

“Melambatnya indeks ini mencerminkan kurangnya kepercayaan pelaku industri terhadap prospek ekonomi ke depan,” jelas Harry.

IHSG Melemah 0,21% ke 8.043 pada Rabu (1/10/2025), AKRA, AMRT, AMMN Top Losers LQ45

Harry menambahkan bahwa penurunan penjualan mobil hingga Agustus lalu sebenarnya sudah menjadi indikasi penurunan kinerja sektor otomotif di tahun ini. Pernyataan ini disampaikan kepada Kontan pada hari Rabu (1/1).

Menurut Harry, emiten-emiten seperti PT Astra International Tbk (ASII), PT Astra Otoparts Tbk (AUTO), dan PT Dharma Polimetal Tbk (DRMA) berpotensi terdampak oleh melemahnya kondisi ekonomi, mengingat ketiganya memiliki bisnis di bidang manufaktur.

Menyikapi kondisi ini, Harry menyarankan strategi wait and see bagi para investor yang tertarik pada saham otomotif, setidaknya hingga PMI manufaktur menunjukkan perbaikan.

“Pelaku pasar dapat mempertimbangkan saham-saham otomotif seperti ASII, AUTO, dan DRMA ketika perekonomian dan PMI manufaktur telah mencapai titik terendah dan mulai bergerak naik menuju fase ekspansif,” sarannya.

Dengan demikian, Harry memberikan rekomendasi hold untuk sektor otomotif. Pertimbangannya adalah pelemahan ekonomi yang terjadi sepanjang tahun ini, ditambah dengan perlambatan pertumbuhan GDP, berpotensi menekan permintaan kendaraan. Hal ini dapat memengaruhi volume produksi, baik unit mobil maupun komponennya, dengan tujuan menghindari penumpukan stok yang seringkali berujung pada diskon besar-besaran.

Lebih lanjut, investor juga perlu memperhatikan berbagai kebijakan pemerintah di masa mendatang, seperti kebijakan Menteri Keuangan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, serta wacana insentif untuk Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) yang diharapkan dapat meningkatkan permintaan kendaraan.

Secara terpisah, Indri Liftiany Travelin Yunus, Retail Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), berpendapat bahwa data PMI manufaktur yang lesu mengindikasikan adanya tekanan pada emiten manufaktur. Hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan antara penawaran (supply) dan permintaan (demand), yang tentu saja akan membebani perusahaan.

Saham Big Banks Kompak Melemah pada Penutupan Bursa Rabu (1/10)

“Lemahnya permintaan pasar terhadap barang setengah jadi berpotensi meningkatkan biaya perusahaan dan menekan margin keuntungan,” ujar Indri kepada Kontan, Rabu (1/1).

Indri juga menjelaskan bahwa data manufaktur dipengaruhi oleh berbagai faktor dan memiliki dampak yang cukup luas, meskipun tidak selalu signifikan. Tidak semua emiten manufaktur sensitif terhadap data manufaktur itu sendiri; faktor permintaan dari masing-masing segmentasi output yang dihasilkan juga berperan penting.

“Saat ini, kecenderungan pelaku pasar adalah memanfaatkan momentum berdasarkan sentimen dari masing-masing emiten, seperti aksi korporasi perusahaan, maupun dari sisi momentum pasar berdasarkan pergerakan harga secara teknikal,” pungkas Indri.

Ringkasan

Indeks PMI Manufaktur Indonesia sedikit meningkat di September 2025 menjadi 50,4, namun melambat dibandingkan Agustus. Penurunan ini dinilai sebagai sinyal kurang baik bagi industri manufaktur, termasuk otomotif, karena mencerminkan kurangnya kepercayaan pelaku industri terhadap prospek ekonomi. Analis menyarankan investor untuk wait and see terhadap saham otomotif seperti ASII, AUTO, dan DRMA, hingga PMI manufaktur menunjukkan perbaikan.

Kondisi PMI manufaktur yang lesu mengindikasikan adanya tekanan pada emiten manufaktur akibat ketidakseimbangan penawaran dan permintaan. Hal ini berpotensi meningkatkan biaya perusahaan dan menekan margin keuntungan. Investor disarankan untuk lebih memperhatikan sentimen dari masing-masing emiten, seperti aksi korporasi perusahaan, dan momentum pasar berdasarkan pergerakan harga secara teknikal.

Sponsored

Also Read

Tags