BANYU POS – Pasar saham global, termasuk pasar domestik, diperkirakan akan mengalami tekanan berat pada pekan ini. Gelombang sentimen negatif dipicu oleh berbagai faktor, mulai dari dinamika geopolitik global hingga kondisi ekonomi yang kurang menggembirakan. Salah satu pemicu utama adalah ancaman Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk memberlakukan tarif impor sebesar 100 persen terhadap produk-produk asal Tiongkok.
Menurut analis pasar modal, Hans Kwee, langkah agresif Trump terhadap Tiongkok ini telah mengejutkan para pelaku pasar. “Ancaman tarif baru dan potensi gagalnya pertemuan antara Trump dan Presiden Tiongkok Xi Jinping akan menjadi sentimen negatif yang mendominasi pekan ini. Tindakan Trump ini berpotensi memperburuk hubungan antara dua kekuatan ekonomi terbesar di dunia,” ujarnya kepada Jawa Pos, Senin (13/10).
Kekhawatiran pelaku pasar semakin meningkat dengan adanya potensi kegagalan pertemuan antara Trump dan Xi Jinping. Selain itu, penutupan (shutdown) pemerintahan AS yang telah berlangsung selama hampir dua pekan juga menambah beban. Situasi ini dapat mengganggu stabilitas ekonomi dan meningkatkan ketidakpastian, terutama karena penundaan pengumuman data-data ekonomi penting.
Di sisi lain, data tenaga kerja yang menunjukkan kinerja lemah memicu ekspektasi pasar terhadap pemotongan suku bunga oleh The Federal Reserve (The Fed) pada bulan Oktober dan Desember 2025. Probabilitas pemotongan suku bunga ini bahkan berada di atas 90 persen. “Namun, sentimen positif terkait potensi pemotongan suku bunga ini sebenarnya sudah price-in,” jelas Hans Kwee.
Perhatian pasar juga tertuju pada arah kebijakan fiskal dan moneter Jepang, terutama setelah kemenangan mengejutkan Sanae Takaichi, yang dikenal sebagai tokoh dengan pandangan dovish fiskal.
Sementara itu, harga minyak mentah dunia terus mengalami tekanan, bahkan menyentuh level terendahnya sejak Mei 2025. Penurunan harga ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk peningkatan produksi dari negara-negara OPEC, tambahan pasokan dari kawasan Amerika Utara dan Selatan, serta meredanya risiko geopolitik setelah tercapainya gencatan senjata di Gaza.
“Termasuk juga pengumuman Trump mengenai tarif baru terhadap Tiongkok, yang semakin memperburuk sentimen pasar,” tambah dosen magister Fakultas Ekonomi Bisnis Unika Atma Jaya tersebut.
Melihat berbagai sentimen negatif ini, Hans Kwee memprediksi bahwa indeks harga saham gabungan (IHSG) akan mengalami pelemahan. Ia memperkirakan level support indeks berada di kisaran 8.150 hingga 8.034, sementara level resistance berada pada rentang 8.272 hingga 8.350.
Ringkasan
Pasar saham global, termasuk Indonesia, diperkirakan akan tertekan akibat berbagai sentimen negatif. Ancaman tarif impor 100% oleh Trump terhadap produk Tiongkok dan potensi gagalnya pertemuan dengan Xi Jinping menjadi pemicu utama kekhawatiran.
Shutdown pemerintahan AS yang berkepanjangan serta data tenaga kerja yang lemah turut memperburuk situasi. Meskipun ekspektasi pemotongan suku bunga oleh The Fed meningkat, sentimen positif ini sudah diantisipasi pasar. Harga minyak mentah dunia juga terus menurun akibat peningkatan produksi dan meredanya risiko geopolitik.