Hampir dua tahun sudah, pemerintah menggulirkan kebijakan penting di bidang pertanahan: transformasi sertifikat tanah dari wujud fisik ke format elektronik. Kebijakan sertifikat tanah elektronik ini secara resmi diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nomor 3 Tahun 2023, tentang Penerbitan Dokumen Elektronik dalam Kegiatan Pendaftaran Tanah.
Menurut peraturan tersebut, sertifikat tanah elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan sertifikat fisik, menjadi bukti kepemilikan yang sah atas hak tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik rumah susun, hingga hak tanggungan. Seluruh data fisik dan yuridis tanah tersimpan aman dalam buku tanah elektronik. Pemegang hak pun diberikan akses mudah melalui akun pertanahan yang terintegrasi dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk WNI, paspor untuk WNA, atau akta pendirian bagi badan hukum.
Menariknya, meski berbentuk digital, pemilik tanah tetap bisa memperoleh salinan resminya dalam bentuk cetak. Salinan ini dicetak di atas kertas khusus dan dilengkapi dengan QR code untuk verifikasi. Opsi cetak ini disediakan terutama bagi pemilik tanah yang belum familiar dengan teknologi, tidak memiliki akses internet, atau memang lebih memilih memiliki salinan fisik.
Bagaimana wujud sertifikat elektronik ini? Sesuai aturan, sertifikat elektronik menampilkan lambang Garuda di bagian tengah, diikuti dengan identitas Kementerian ATR/BPN. Informasi penting seperti jenis hak, Nomor Identifikasi Bidang (NIB), data pemilik hak, detail lokasi tanah, batasan dan kewajiban, catatan pendaftaran, serta QR code tercantum dengan jelas. Desainnya seragam, menggunakan satu warna, tercetak dalam satu lembar, dan dilengkapi tanda tangan elektronik dari pejabat berwenang. Lokasi bidang tanah terhubung dengan peta digital berbasis Open Street Map, dan yang tak kalah penting, catatan perubahan status tanah akan diperbarui secara berkala.
Salah satu tujuan utama digitalisasi sertifikat tanah ini adalah untuk meminimalisir sengketa dan praktik pemalsuan. Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, meyakini bahwa digitalisasi adalah solusi jangka panjang untuk masalah pertanahan di Indonesia, terutama di wilayah padat seperti Jabodetabek, yang seringkali diwarnai tumpang tindih kepemilikan. Menurutnya, sertifikat fisik lebih rentan dimanipulasi oleh mafia tanah, terutama di kawasan urban di mana banyak pemilik tidak mengetahui secara detail riwayat tanah mereka.
Lebih lanjut, Nusron Wahid menjamin keamanan sistem elektronik BPN. Ia mengklaim bahwa sistem ini telah dilengkapi firewall dan proteksi berlapis untuk menangkal serangan siber, sehingga masyarakat tidak perlu khawatir akan kebocoran data. “Semua sistem sudah ada firewall system-nya. Termasuk terhadap cyber attack, sudah pasti ada,” tegasnya saat ditemui di Jakarta Barat, Senin, 31 Maret 2025. Selain itu, sertifikat digital juga lebih tahan terhadap bencana alam seperti banjir. “Misalnya kemarin waktu ada banjir, dengan adanya digital kan aman jadinya. Itu contohnya gitu, lho,” imbuh Nusron.
Pendahulu Nusron, Hadi Tjahjanto, yang turut menerbitkan beleid ini pada tahun 2023, juga menyoroti dua keunggulan utama sertifikat digital. Pertama, meminimalkan risiko kehilangan, kebakaran, pencurian, atau kerusakan akibat bencana. Kedua, proses pengelolaan data menjadi lebih efisien, hemat biaya, dan menjamin keamanan informasi. “Sertifikat tanah elektronik juga memudahkan dalam pemeliharaan dan pengelolaan data, menghemat biaya transaksi, menjamin kerahasiaan dan keamanan data yang lebih baik dan menutup ruang gerak oknum mafia tanah,” ujarnya saat pemberian sertifikat tanah Badan Pertanahan Nasional (BPN), 7 Desember 2023.
Akses ke sertifikat digital semakin mudah dengan integrasi melalui aplikasi Sentuh Tanahku. Pemegang hak dapat memantau data sertifikat mereka secara real-time dan menerima notifikasi jika terjadi perubahan. Dokumen elektronik ini juga dilengkapi dengan QR code yang hanya bisa diakses melalui aplikasi tersebut, serta tanda tangan elektronik sebagai lapisan keamanan tambahan.
Peralihan dari sertifikat fisik ke elektronik ini akan dilakukan secara bertahap. Bagi masyarakat yang tetap membutuhkan salinan cetak, mereka dapat memperolehnya melalui Kantor Pertanahan dengan proses verifikasi pemegang hak melalui aplikasi Sentuh Tanahku.
Pemerintah menargetkan program sertifikat tanah elektronik ini rampung dalam lima tahun ke depan, dengan target capaian minimal 50 persen dari total 124 juta bidang tanah pada akhir tahun ini. Target ini didasarkan pada Permen ATR/BPN Nomor 1 Tahun 2021 yang mengatur transformasi digital pertanahan.
Hingga 30 Juni 2025, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mencatat bahwa 4.907.313 sertifikat elektronik telah diterbitkan di 486 kantor pertanahan sejak diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo pada 4 Desember 2023.
Data resmi menunjukkan tren peningkatan yang signifikan dalam penerbitan sertifikat elektronik, terutama sejak Agustus 2024 yang mencapai 439.938 sertifikat, hingga puncaknya pada November 2024 dengan 763.216 sertifikat. Capaian besar juga tercatat pada Juni 2025 dengan 445.936 sertifikat.
Percepatan ini didukung oleh penetapan 486 kantor pertanahan sebagai Kantor Pertanahan Elektronik sejak 28 Oktober 2024. Kantor-kantor ini tersebar di seluruh provinsi, meliputi wilayah prioritas dan non-prioritas, dari Aceh hingga Papua Barat.
Andika Dwi, Myesha Fatina Rachman, Pribadi Wicaksono, dan Dede Leni Mardianti berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Nusron Wahid Tanggapi Kekhawatiran Masyarakat Soal Sertifikat Tanah Elektronik
Ringkasan
Pemerintah Indonesia telah menerapkan sertifikat tanah elektronik sesuai dengan Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 3 Tahun 2023. Sertifikat elektronik ini memiliki kekuatan hukum yang sama dengan sertifikat fisik dan bertujuan untuk meminimalisir sengketa serta pemalsuan tanah. Pemilik tanah dapat mengakses data melalui akun pertanahan terintegrasi, dan salinan cetak resmi tetap tersedia dengan QR code untuk verifikasi.
Digitalisasi sertifikat tanah diharapkan rampung dalam lima tahun ke depan, dengan target 50% dari 124 juta bidang tanah pada akhir tahun ini. Hingga Juni 2025, lebih dari 4,9 juta sertifikat elektronik telah diterbitkan, didukung oleh penetapan 486 kantor pertanahan sebagai Kantor Pertanahan Elektronik. Sistem ini dilengkapi dengan proteksi untuk mencegah serangan siber dan lebih tahan terhadap bencana alam.