Royalti Musik Hotel Restoran: PHRI Solo Angkat Bicara, Berat!

Hikma Lia

Solo, Jawa Tengah – Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Solo menyatakan kekhawatiran atas kewajiban pembayaran royalti bagi pelaku usaha di sektor perhotelan, restoran, kafe, dan tempat wisata yang menggunakan lagu atau musik. Mereka menilai aturan ini berpotensi memberatkan operasional bisnis, meskipun PHRI menyadari bahwa kewajiban ini tidak bisa dihindari karena sudah diatur dalam regulasi.

Ketua PHRI Kota Solo, Joko Sutrisno, mengungkapkan bahwa kesadaran pelaku usaha terkait kewajiban royalti musik masih rendah. Banyak yang belum memahami sepenuhnya mengenai aturan ini. “Sebagian besar pelaku usaha belum tahu bahwa penggunaan lagu atau musik itu memang harus membayar royalti,” kata Joko saat menghadiri Sosialisasi Hak Cipta (Royalti Musik) Bersama Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) di Gedung Djoeang 45 Solo, Jawa Tengah, Jumat, 8 Agustus 2025.

Joko menekankan pentingnya sosialisasi yang lebih masif mengenai regulasi pembayaran royalti. Menurutnya, pemahaman pelaku usaha masih perlu ditingkatkan, meskipun beberapa sudah mulai melaksanakan kewajiban tersebut. Ia mencontohkan, “Contohnya, saya punya karaoke, selama ini saya bayarnya ya per tahun. Hanya saja, untuk hotel atau restoran yang ada pentas musik, hampir semuanya belum membayar royalti, termasuk penyanyi-penyanyinya. Ini yang perlu disosialisasikan.”

Dari sisi ekonomi, Joko mengakui bahwa kewajiban membayar royalti akan menambah beban operasional pelaku usaha, terutama di tengah kondisi sulit akibat efisiensi anggaran pemerintah pusat. “Karena juga kan harus izin ke sana kemari, dengan yang punya hak paten, dan patokannya juga belum pasti, itu memang akan sangat memberatkan. Tapi karena ini memang sudah ada regulasinya, ya kami tidak bisa menghindar,” ujarnya.

Sebagai tindak lanjut dari sosialisasi ini, PHRI Kota Solo berencana untuk melakukan sosialisasi serupa kepada para pelaku usaha di sektor perhotelan dan restoran di wilayahnya. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya pelanggaran hak cipta akibat ketidaktahuan, yang bisa berujung pada masalah hukum. “Anggota kami 180 hotel. Tentu saja, setiap hotel kan memutar lagu-lagu. Jangan sampai terjadi tahu-tahu didenda sekian miliar,” tegasnya.

Joko juga menyampaikan kemungkinan bahwa biaya royalti nantinya akan dibebankan kepada konsumen untuk menutupi biaya operasional yang harus ditanggung oleh pengelola hotel atau restoran. “Ya sebenarnya nanti akan dikenakan ke customer juga. Dengan kata lain, kalau kemarin cost-nya itu misalnya Rp 100 ribu, ya kami harus naikkan. Kalau nggak, BEP-nya (break event point) tidak tercapai. Memang ada setting ulang untuk semua bisnis yang menggunakan lagu-lagu, jadi salah satu cost pengeluaran,” jelas Joko.

Sementara itu, Pelaksana Harian LMKN Jawa Tengah & DIY, Jepank Van Sambeng, menekankan pentingnya sosialisasi Undang-Undang Hak Cipta, khususnya terkait kewajiban pembayaran royalti bagi pelaku usaha. “Ini juga untuk menjawab keresahan-keresahan yang muncul saat ini karena berita-berita simpang siur, terutama berkaitan dengan persoalan royalti,” kata Jepank.

Jepank berharap, melalui sosialisasi yang dilakukan, akan ditemukan titik temu yang menjadi solusi bagi semua pihak terkait persoalan royalti musik ini.

Pilihan Editor: Jika Data BPS Tak Bisa Dipercaya

Ringkasan

PHRI Kota Solo menyatakan kekhawatiran atas kewajiban pembayaran royalti musik bagi pelaku usaha hotel, restoran, dan tempat wisata, karena berpotensi menambah beban operasional bisnis. Ketua PHRI Solo, Joko Sutrisno, menyebut kesadaran pelaku usaha akan kewajiban ini masih rendah dan pentingnya sosialisasi yang lebih masif terkait regulasi tersebut, termasuk untuk penyanyi yang tampil di tempat-tempat tersebut.

PHRI Solo berencana melakukan sosialisasi lanjutan kepada anggotanya untuk mencegah pelanggaran hak cipta akibat ketidaktahuan, yang bisa berujung pada masalah hukum. Joko menyampaikan kemungkinan biaya royalti akan dibebankan kepada konsumen untuk menutupi biaya operasional tambahan bagi pengelola hotel dan restoran. LMKN Jawa Tengah & DIY menekankan pentingnya sosialisasi Undang-Undang Hak Cipta untuk menjawab keresahan terkait royalti musik.

Also Read

Tags