BANYU POS – JAKARTA. Nilai tukar rupiah menunjukkan dinamika yang menarik terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada hari Selasa, 30 September 2025. Di pasar spot, mata uang Garuda ini tercatat menguat tipis sebesar 0,09% secara harian, bertengger di posisi Rp 16.665 per dolar AS.
Namun, arah yang berbeda ditunjukkan oleh data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia. Berdasarkan data tersebut, rupiah justru mengalami pelemahan sebesar 0,07% secara harian, berada di level Rp 16.692 per dolar AS.
Menanggapi fenomena ini, pengamat mata uang, Ibrahim Assuaibi, menjelaskan bahwa Bank Indonesia (BI) mengambil langkah-langkah berani dengan memanfaatkan seluruh instrumen yang dimilikinya. “Bank Indonesia menggunakan seluruh instrumen yang ada secara bold, baik di pasar domestik melalui instrumen spot, DNDF (Domestic Non-Deliverable Forward), dan pembelian SBN (Surat Berharga Negara) di pasar sekunder, maupun di pasar luar negeri di Asia, Eropa, dan Amerika secara terus menerus, melalui intervensi NDF (Non-Deliverable Forward),” ungkap Ibrahim.
Rupiah Ditutup Menguat ke Rp 16.665 Per Dolar AS Hari Ini (30/9), Asia Bervariasi
Selain intervensi BI, pergerakan rupiah juga dipengaruhi oleh faktor eksternal, salah satunya adalah revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh Asian Development Bank (ADB). Dalam laporan terbarunya, ADB memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 5% (proyeksi April) menjadi 4,9% (proyeksi September) untuk tahun 2025.
Ibrahim menjelaskan bahwa pemangkasan proyeksi ini didasari oleh ketidakpastian perdagangan global. “ADB menjelaskan perkembangan ketidakpastian perdagangan global tingginya tarif resiprokal yang diterapkan oleh Amerika Serikat mempengaruhi proyeksi pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang di Asia dan Pasifik, termasuk Indonesia,” ujarnya.
Tidak hanya untuk tahun 2025, ADB juga merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2026, menjadi 5% atau lebih rendah dari proyeksi sebelumnya sebesar 5,1%. Sejalan dengan revisi pertumbuhan ekonomi, ADB juga memangkas proyeksi inflasi di Indonesia dari 2% (proyeksi April) menjadi 1,7% (proyeksi September) untuk tahun 2025. Sementara itu, untuk tahun 2026, inflasi Indonesia tetap diperkirakan berada di level 2%.
Sebagai catatan, proyeksi pertumbuhan ekonomi dari ADB ini masih berada di bawah asumsi yang telah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, pemerintah mengasumsikan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,2%, sedangkan dalam APBN 2026, asumsi pertumbuhan ekonomi ditetapkan pada level 5,4%.
Kurs Rupiah Melemah 1% Sepanjang September 2025, Tertekan 3,3% Sejak Awal Tahun
Sentimen eksternal lain yang turut memengaruhi pergerakan rupiah adalah pernyataan dari Presiden AS Donald Trump terkait kebijakan tarif. Trump mengumumkan bahwa ia akan mengenakan tarif 10% untuk kayu dan papan kayu impor, serta bea masuk 25% untuk lemari dapur, meja rias kamar mandi, dan furnitur berlapis kain impor. Kebijakan ini merupakan kelanjutan dari serangkaian tindakan tarif yang diterapkan AS terhadap mitra dagang global.
Melihat berbagai faktor yang memengaruhi pergerakan rupiah, Ibrahim memproyeksikan bahwa pada hari Rabu, 1 Oktober 2025, rupiah akan bergerak fluktuatif, namun diperkirakan akan ditutup melemah di rentang Rp 16.660 – Rp 16.710 per dolar AS.
Ringkasan
Pada tanggal 30 September 2025, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS menunjukkan dinamika yang beragam. Di pasar spot, Rupiah menguat tipis, sementara data Jisdor Bank Indonesia menunjukkan pelemahan. Bank Indonesia merespons dengan memanfaatkan berbagai instrumen, baik di pasar domestik maupun luar negeri, untuk menstabilkan nilai tukar.
Pergerakan Rupiah juga dipengaruhi oleh faktor eksternal, termasuk revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh ADB karena ketidakpastian perdagangan global. Selain itu, kebijakan tarif baru dari Presiden AS Donald Trump turut memberikan tekanan. Proyeksi untuk tanggal 1 Oktober 2025 adalah Rupiah akan fluktuatif dan berpotensi ditutup melemah.