KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah merancang revisi aturan mengenai porsi kepemilikan publik atau free float. Revisi ini mencakup ketentuan initial free float untuk penawaran umum perdana (IPO) dan kewajiban free float bagi emiten yang sudah tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, mengusulkan perubahan signifikan dalam rancangan aturan tersebut. Kebijakan initial free float IPO akan menggunakan pendekatan berdasarkan nilai kapitalisasi pasar, menggantikan metode sebelumnya yang mengacu pada nilai ekuitas.
“Pendekatan ini sesuai dengan benchmarking yang dilakukan dengan beberapa bursa global terkemuka, termasuk Bursa Malaysia, Singapura, dan Hong Kong,” ungkap Inarno dalam Rapat Dewan Komisioner OJK, Kamis (9/10/2025).
OJK Godok Perubahan Aturan Free Float, Akan Dibahas di Kuartal IV-2025
Lebih lanjut, OJK mengusulkan peningkatan bertahap untuk grand design free float bagi emiten yang sudah listing. Langkah ini akan mempertimbangkan keseimbangan antara penawaran (supply) dan permintaan (demand), termasuk kebutuhan pendanaan untuk meningkatkan free float.
“Selain itu, OJK juga mengusulkan sejumlah kebijakan untuk mendukung implementasi rencana kebijakan free float, seperti pemberian insentif dan penerapan sanksi, serta peningkatan peran investor institusi domestik,” imbuh Inarno.
Rencananya, kebijakan ini akan dibahas lebih lanjut bersama BEI dan Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) dalam rapat kerja komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat pada kuartal IV-2025.
Bank JTrust Catat Kemajuan Free Float 7,30%, Dibidik Selesai Kuartal IV-2025
Menanggapi rencana ini, pengamat Pasar Modal Indonesia, Reydi Octa, menilai bahwa kenaikan free float merupakan langkah positif yang dapat memperkuat likuiditas dan transparansi pasar. Namun, ia mengingatkan bahwa kebijakan ini berpotensi menimbulkan tekanan jual bagi emiten dengan kepemilikan yang sangat terkonsentrasi.
Reydi memberikan contoh, jika suatu emiten didominasi oleh pemegang saham pengendali, seperti jajaran internal atau institusi konsorsium, maka mereka harus menjual saham dalam jumlah besar untuk memenuhi persyaratan free float. Penjualan ini, menurutnya, dapat melemahkan daya beli dan menekan harga saham.
“Arah kebijakannya sudah tepat, tetapi waktu penerapannya harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak menyebabkan kelebihan pasokan saham di pasar,” kata Reydi kepada Kontan, Jumat (10/10/2025).
Akhirnya, Bank JTrust Penuhi Aturan Free Float Saham
Reydi menambahkan bahwa investor ritel masih mendominasi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), sementara dana institusional jangka panjang masih terbatas. Oleh karena itu, ia menyarankan agar kenaikan free float dilakukan secara bertahap, dimulai dari emiten berkapitalisasi besar sebelum menyasar kelompok menengah dan kecil.
Ringkasan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang merevisi aturan free float, termasuk ketentuan IPO dan emiten terdaftar. Perubahan signifikan adalah penggunaan nilai kapitalisasi pasar, bukan ekuitas, untuk initial free float IPO. OJK juga mengusulkan peningkatan bertahap free float emiten listing dengan mempertimbangkan keseimbangan penawaran dan permintaan.
Pengamat Pasar Modal, Reydi Octa, menilai kenaikan free float positif untuk likuiditas dan transparansi. Namun, ia mengingatkan potensi tekanan jual bagi emiten dengan kepemilikan terkonsentrasi karena pemegang saham pengendali harus menjual saham dalam jumlah besar. Ia menyarankan kenaikan dilakukan bertahap, dimulai dari emiten berkapitalisasi besar.