Jakarta, IDN Times – Kabar baik sekaligus polemik mewarnai rencana digitalisasi penyaluran bantuan sosial (bansos) oleh pemerintah. Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf atau Gus Ipul, menyatakan dukungan penuh Kemensos terhadap uji coba Payment ID oleh Bank Indonesia (BI) yang dijadwalkan mulai 17 Agustus 2025.
Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan akurasi data penerima bansos, memastikan bantuan tepat sasaran. Gus Ipul menegaskan keterlibatan Kemensos, bersama Dewan Ekonomi Nasional (DEN), dalam persiapan intensif menuju uji coba tersebut.
“Ya, kita ikut dengan DEN. Tim kita ada di sana. Kita setuju,” ujar Gus Ipul dengan mantap saat ditemui di Sekolah Rakyat Menengah Atas (SMRA) 10 Jakarta, Sabtu (9/8/2025). “Pokoknya kita ingin penyaluran bansos ini tepat sasaran, tepat jumlah, tepat waktu, tepat orangnya, tepat penerimanya. Pokoknya serba tepat.”
Pemerintah Genjot Digitalisasi Penyaluran Bansos
Lebih lanjut, Gus Ipul menjelaskan bahwa digitalisasi merupakan kunci untuk memastikan penyaluran bansos yang tepat sasaran. Harapannya, data penerima akan semakin akurat, sehingga bantuan benar-benar sampai kepada mereka yang memenuhi kriteria.
Saat ini, Kemensos bersama PPATK, Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), dan BI tengah merancang sistem canggih untuk memetakan profil penerima manfaat melalui data rekening mereka. Upaya ini diharapkan dapat meminimalisir kesalahan dan penyimpangan dalam penyaluran bansos.
“Mudah-mudahan ke depan data kita makin akurat lalu penerima bansosnya tepat sasaran. Itu aja. Itu intinya,” imbuhnya, menekankan fokus utama pada ketepatan sasaran.
Payment ID Dikritisi Forum Konsumen
Namun, di tengah optimisme pemerintah, rencana penerapan Payment ID menuai kritik dari berbagai pihak. Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI), Tulus Abadi, menyuarakan kekhawatiran publik terhadap instrumen baru ini. Menurutnya, kebijakan ini justru menimbulkan keresahan.
Tulus menyoroti potensi masalah dari Payment ID yang akan menghubungkan seluruh transaksi perbankan, dompet digital, hingga e-commerce dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) setiap individu. Kondisi ini memungkinkan BI untuk memantau lalu lintas pembayaran masyarakat secara menyeluruh.
“Belum reda kegelisahan publik terkait pemblokiran rekening dormant, kini publik kembali dibuat resah dan gelisah,” ungkapnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (9/8/2025), menggambarkan sentimen negatif yang berkembang di masyarakat.
Berpotensi Melanggar Hak Warga Negara
Tulus menilai bahwa Payment ID berpotensi melanggar hak-hak mendasar warga negara. Pelanggaran tersebut mencakup rahasia perbankan, kenyamanan dan keamanan konsumen, hingga perlindungan data pribadi. Kekhawatiran ini menjadi poin utama dalam kritik yang dilontarkan.
“Dalam hal ini Bank Indonesia terlalu dalam memasuki ranah privat warga negara, dan oleh karena itu berpotensi melanggar hak asasi warga negara,” tegasnya, menyoroti intervensi yang dianggap berlebihan terhadap privasi individu.
Lebih lanjut, Tulus menduga bahwa kebijakan ini memiliki agenda tersembunyi, yaitu menggenjot pendapatan pajak dengan mengorbankan hak asasi warga negara. Ia juga menyoroti bahwa Payment ID belum menjadi kebijakan umum secara internasional.
“Sebab tercatat hanya 5 negara saja yang telah menerapkannya, seperti Singapura, Swedia, India, Brasil, dan China,” sebutnya, menunjukkan bahwa Indonesia akan menjadi salah satu negara yang menerapkan sistem kontroversial ini.
Ringkasan
Kementerian Sosial mendukung uji coba Payment ID oleh Bank Indonesia mulai 17 Agustus 2025 untuk meningkatkan akurasi dan ketepatan sasaran penyaluran bansos. Digitalisasi penyaluran bansos diharapkan dapat meminimalisir kesalahan dan penyimpangan dengan memetakan profil penerima melalui data rekening, melibatkan Kemensos, PPATK, Himbara, dan BI.
Rencana penerapan Payment ID, yang menghubungkan transaksi perbankan dengan NIK, menuai kritik karena berpotensi melanggar hak-hak mendasar warga negara seperti rahasia perbankan dan perlindungan data pribadi. Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI) mengkhawatirkan intervensi berlebihan terhadap privasi individu dan potensi agenda tersembunyi terkait peningkatan pendapatan pajak.