JAKARTA. Kinerja PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) menunjukkan pelemahan pada kuartal II-2025. Meskipun demikian, prospek pemulihan permintaan unggas yang signifikan dan pengetatan pasokan diproyeksikan menjadi katalis positif yang kuat bagi emiten perunggasan terkemuka ini.
Analis Binaartha Sekuritas, Eka Rahmah, menyoroti penurunan total penjualan JPFA sebesar 4,2% secara tahunan (yoy) dan 8,3% secara kuartalan (qoq), mencatatkan angka Rp 13,15 triliun. Secara kumulatif, penjualan pada semester I-2025 juga tercatat turun tipis 0,6% yoy menjadi Rp 27,49 triliun. “Penjualan JPFA tertekan oleh kelebihan pasokan di pasar serta melemahnya permintaan pasca-periode Ramadan,” jelas Eka dalam risetnya pada 23 September 2025.
Namun, di tengah tantangan tersebut, sinyal pemulihan mulai terpancar jelas. Harga ayam hidup (livebird) dan anak ayam umur sehari (DOC) menunjukkan tren perbaikan signifikan sejak Juli hingga Agustus 2025. Kondisi ini, menurut Eka, membuka peluang emas bagi JPFA untuk melihat rebound margin dan pendapatan yang substansial pada paruh kedua tahun 2025.
Optimisme terhadap prospek kinerja JPFA juga diamini oleh analis CGS International Sekuritas, Jason Chandra. Ia menyoroti peran krusial program pemerintah dalam mendongkrak permintaan pasar. Sebagai contoh, program makan bergizi gratis (MBG) telah berhasil menjangkau 20 juta penerima manfaat per akhir Agustus 2025, meningkat tajam dari sekitar 7 juta pada Juli. Selain itu, stimulus fiskal “8+4+5” senilai lebih dari Rp 16 triliun, yang sebagian besar dialokasikan untuk bantuan pangan dan program padat karya, diyakini memberikan dorongan tambahan yang signifikan terhadap konsumsi unggas.
Dari sisi pasokan, Jason juga melihat pengetatan produksi ayam broiler sebagai faktor pendorong positif. Penurunan kuota impor grand parent stock (GPS) yang berlaku sejak 2024, ditambah dengan program pemusnahan parent stock pada kuartal III-2025, diperkirakan akan secara bertahap mengurangi pasokan hingga akhir tahun. Hal ini akan membantu menyeimbangkan kembali kondisi pasar.
Sementara itu, analis Maybank Sekuritas Indonesia, Paulina Margareta, menilai pertumbuhan unit Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dalam program MBG berpotensi mendongkrak permintaan unggas hingga 12% yoy. “Program MBG akan menjadi penopang harga ayam hidup melalui penciptaan permintaan yang berkelanjutan,” ujarnya, menggarisbawahi dampak jangka panjang dari inisiatif pemerintah tersebut.
Kabar baik bagi JPFA tidak hanya datang dari prospek penjualan, tetapi juga dari sisi biaya bahan baku. Pemerintah telah kembali membuka keran impor gandum pakan ternak (feed wheat) setelah sempat dilarang sejak tahun 2022. Bahkan, PT Berdikari dilaporkan telah menyalurkan 600 ribu ton gandum pakan kepada sejumlah perusahaan unggas pada September 2025.
Dengan asumsi Japfa menguasai sekitar 25% pangsa pasar pakan, Jason Chandra memperkirakan biaya pakan JPFA berpotensi turun 2% sepanjang tahun 2025. Selain itu, pasokan jagung domestik juga diprediksi kembali normal pada kuartal IV-2025 seiring dengan panen raya, sementara potensi penguatan nilai tukar rupiah dapat lebih lanjut menekan biaya impor bahan baku. Paulina Margareta turut menambahkan bahwa efisiensi operasional melalui adopsi teknologi serta ekspansi ke segmen consumer goods akan turut memperkuat margin laba JPFA. Ia bahkan memperkirakan margin EBIT perusahaan dapat mencapai 8,6% pada tahun ini.
Dengan kombinasi solid dari pemulihan permintaan, pengetatan pasokan, serta penurunan biaya bahan baku, prospek laba JPFA untuk tahun fiskal 2025 terlihat sangat cerah. Eka Rahmah bahkan memproyeksikan laba bersih JPFA bisa menyentuh angka Rp 3,26 triliun.
Secara keseluruhan, para analis kompak memberikan rekomendasi positif terhadap saham JPFA. Eka Rahmah mempertahankan rekomendasi beli dengan target harga Rp 2.330, Paulina Margareta menargetkan Rp 2.800, sementara Jason Chandra merekomendasikan “add” dengan target Rp 2.500 per saham. Pada perdagangan Rabu (8/10/2025), saham JPFA ditutup naik 0,95% ke level Rp 2.130 per saham, mencerminkan sentimen positif pasar terhadap prospek emiten ini.