BANYU POS – JAKARTA. Kinerja Indeks BUMN20 menunjukkan tren positif sejak awal tahun 2025. Sayangnya, laju positif ini belum cukup kuat untuk mendongkrak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara keseluruhan sepanjang tahun.
Data per 27 November 2025 mencatat, IDX BUMN20 telah melesat 6,93% sejak awal tahun (year to date/YTD). Angka ini menunjukkan peningkatan signifikan dibandingkan posisi 30 September 2025 yang hanya tumbuh 1,91% YTD. Dengan kata lain, indeks ini berhasil mencatatkan kenaikan sebesar 5,02% selama kuartal IV 2025 berjalan.
Sebagai perbandingan, IHSG sendiri telah mencatatkan pertumbuhan yang lebih tinggi, yakni sebesar 20,17% YTD per 27 November 2025.
Managing Director Research & Digital Production Samuel Sekuritas Indonesia, Harry Su, berpendapat bahwa emiten BUMN tidak lagi menjadi penggerak utama IHSG tahun ini. Hal ini mengindikasikan adanya perubahan dinamika pasar saham.
Menilik Potensi Kenaikan Kinerja Konstituen BUMN20 Jelang Tahun 2026
“Pergerakan IHSG lebih banyak didorong oleh saham-saham yang liquidity driven, seperti DCII, DSSA, BRPT, CDIA, dan BRMS,” ungkap Harry kepada Kontan, Minggu (23/11/2025).
Kepala Riset Praus Capital, Marolop Alfred Nainggolan, mengamati bahwa saham-saham emiten di bawah payung Danantara cenderung stagnan, bahkan mengalami koreksi dalam satu atau dua tahun terakhir. Sebaliknya, saham-saham konglomerasi swasta justru melonjak signifikan. Akibatnya, porsi kapitalisasi pasar saham-saham BUMN terhadap total kapitalisasi pasar saham Indonesia mengalami penurunan yang cukup besar.
Fenomena ini cukup unik, mengingat kinerja operasional beberapa BUMN masih tergolong solid. Namun, fundamental yang kuat tersebut ternyata tidak serta merta menarik minat investor di pasar modal.
“Hal ini tercermin dari valuasi saham-saham BUMN yang mengalami penurunan,” jelas Alfred kepada Kontan, Sabtu (22/11/2025).
Alfred berpendapat, kuatnya pengaruh faktor politik dalam pengelolaan emiten pelat merah menjadi salah satu alasan mengapa fundamental BUMN yang baik tidak otomatis membuat saham-sahamnya menjadi primadona di kalangan investor.
Melihat Prospek Kinerja BUMN20 Pasca Rebalancing November 2025
“Saham-saham yang mengalami kenaikan signifikan saat ini memiliki valuasi yang sangat tinggi, bahkan bisa dikategorikan sebagai bubble,” ungkapnya.
Investment Analyst Infovesta Utama, Ekky Topan, menyoroti bahwa sebagian besar konstituen IDXBUMN20 terdiri dari saham-saham bluechip yang justru berada di bawah tekanan sejak awal tahun.
Hampir seluruh saham BUMN mengalami koreksi cukup dalam pada paruh pertama tahun 2025, dengan pengecualian saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM). Sementara itu, kenaikan saham emiten Danantara baru mulai terlihat dalam satu hingga tiga bulan terakhir.
Penyebab utama kondisi ini adalah arus keluar modal asing yang cukup besar, serta rotasi dana domestik yang lebih agresif masuk ke saham-saham second liner dan konglomerasi yang sedang populer.
“Oleh karena itu, wajar jika kinerja indeks BUMN tertinggal jauh dibandingkan IHSG, yang diuntungkan oleh saham-saham yang mengalami reli signifikan tahun ini,” kata Ekky kepada Kontan, Jumat (21/11/2025).
Prospek dan Rekomendasi
Menariknya, emiten-emiten di bawah naungan Danantara juga tercatat mengalami aksi beli oleh investor asing dalam sebulan terakhir. Contohnya, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) mencatatkan pembelian oleh asing sebesar Rp 3,3 triliun, diikuti oleh PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) sebesar Rp 1,7 triliun, dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) sebesar Rp 725,6 miliar.
Sejumlah kebijakan pemerintah juga menjadi perhatian pasar. Salah satunya adalah injeksi dana sebesar Rp 200 triliun ke bank-bank Himbara oleh Kementerian Keuangan. Bahkan, pada November ini, pemerintah kembali menambah penempatan dana sebesar Rp 76 triliun.
Selain itu, peran Danantara dalam merombak struktur perusahaan-perusahaan milik negara juga menjadi katalis yang berpotensi menggerakkan kinerja emiten-emiten di bawah naungan sovereign wealth fund (SWF) tersebut.
Beberapa emiten Danantara dari berbagai sektor juga menjadwalkan rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) pada Desember 2025 dengan agenda beragam, mulai dari rencana merger dan restrukturisasi, divestasi, hingga pembahasan aksi korporasi lainnya.
Alfred menjelaskan bahwa RUPSLB BUMN di akhir tahun 2025 ini umumnya bertema reorganisasi, karena tidak banyak BUMN yang memiliki dividen interim.
Kehadiran Danantara saat ini juga difokuskan pada upaya penyelamatan BUMN yang tengah mengalami kesulitan, seperti GIAA, BUMN Karya, dan KRAS. Oleh karena itu, kemungkinan belum terkait dengan pembahasan ekspansi bisnis BUMN.
Di sisa tahun 2025, potensi pemulihan harga saham bank BUMN menjadi peluang terbesar untuk mendongkrak kinerja IDXBUMN20.
“Potensi masuknya investor asing juga masih besar, mengingat valuasi yang turun membuat harga sahamnya terlihat menarik. Apalagi, besaran kapitalisasi pasar mereka memenuhi kriteria pendanaan asing,” tuturnya.
Ekky melihat bahwa pasar masih merespons positif rangkaian RUPSLB dan agenda restrukturisasi BUMN. Langkah ini menunjukkan komitmen untuk memperbaiki struktur bisnis, meningkatkan efisiensi, dan memperkuat arus kas.
Peran Danantara juga menjadi sentral dan sangat diperhatikan oleh pasar, tetapi investor tetap menunggu bukti implementasi nyata. Artinya, sentimen positif terhadap Danantara bisa menjadi katalis tambahan, namun pasar baru akan memberikan valuasi premium jika hasil konkretnya sudah mulai terlihat.
“Misalnya, peningkatan pendapatan, efisiensi operasional, atau restrukturisasi portofolio yang jelas dampaknya,” kata Ekky.
Kinerja konstituen IDXBUMN20 diperkirakan akan cenderung membaik pada akhir tahun 2025 hingga tahun 2026. Meredanya tekanan suku bunga global, stabilitas nilai tukar rupiah, pemulihan permintaan domestik, serta normalisasi likuiditas akan menjadi faktor pendukung utama.
Sektor perbankan BUMN, telekomunikasi, energi, serta sebagian konstruksi berpeluang menjadi pendorong kinerja. Namun, untuk segmen konstruksi, pemulihannya diperkirakan akan berlangsung bertahap karena beban utang yang masih besar.
Selain itu, valuasi banyak saham BUMN saat ini berada di level yang relatif murah, sehingga menjadi kandidat kuat untuk kembali menyerap arus dana asing.
“Jika aliran dana asing kembali deras, BUMN20 sangat mungkin menjadi pintu masuk utama karena bobotnya yang besar dan likuiditasnya tinggi,” tutur Ekky.
Ekky melihat bahwa sejumlah saham BUMN sudah berada di area valuasi yang menarik untuk akumulasi jangka menengah hingga panjang.
BBRI, BMRI, BRIS, PGAS, PGEO, JSMR, hingga TLKM masuk dalam kategori saham yang prospeknya solid seiring dengan pemulihan ekonomi dan potensi aliran masuk dana asing.
Secara teknikal dan fundamental, BBRI berpotensi menuju Rp 4.500–5.000 per saham, BMRI Rp 5.600–6.000 per saham, TLKM kembali ke area Rp 4.000 per saham, dan PGAS berpeluang menuju Rp 1.800–2.000 per saham jika pemulihan permintaan gas berlanjut.
“Dengan kombinasi valuasi yang murah dan ekspektasi perbaikan fundamental, saham-saham BUMN masih sangat berpotensi menjadi motor penguatan IHSG di fase berikutnya ketika sentimen pasar semakin membaik,” tuturnya.
Harry mengatakan bahwa RUPSLB BUMN20 cenderung direspons dengan hati-hati, karena pasar menunggu kejelasan detail dan timeline program Danantara. Jika eksekusinya efektif, terutama pada debt clean-up, capital injection, dan governance, BUMN berpotensi mendapatkan re-rating.
Intip Rekomendasi Saham IDX BUMN20 yang Kinerjanya Kalah dari IHSG
“Namun, untuk saat ini, sentimen masih wait-and-see karena katalisnya belum terealisasi penuh,” tuturnya.
Prospek kinerja konstituen BUMN20 hingga tahun 2026 berpotensi membaik sejalan dengan pemulihan permintaan domestik, penurunan suku bunga, dan stabilnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Sektor yang paling potensial adalah perbankan, terutama BBRI dan BMRI, yang didukung oleh perbaikan di net interest margin (NIM), dan telekomunikasi, yaitu TLKM, seiring dengan tren kenaikan average revenue per user (ARPU).
“Jika tata kelola membaik, BUMN20 bisa kembali menarik bagi aliran dana asing,” paparnya.
Harry merekomendasikan beli untuk BBRI, BMRI, dan TLKM dengan target harga masing-masing Rp 4.400 per saham, Rp 5.100 per saham, dan Rp 3.000 per saham.
Ringkasan
Kinerja Indeks BUMN20 menunjukkan tren positif dengan kenaikan 6,93% sejak awal tahun 2025, meskipun masih tertinggal dibandingkan pertumbuhan IHSG. Analis berpendapat bahwa saham BUMN tidak lagi menjadi penggerak utama IHSG, dan valuasi saham BUMN mengalami penurunan akibat pengaruh faktor politik dalam pengelolaan.
Emiten-emiten di bawah naungan Danantara menunjukkan potensi perbaikan kinerja, terutama setelah adanya injeksi dana pemerintah dan rencana restrukturisasi. Sektor perbankan, telekomunikasi, dan energi berpeluang menjadi pendorong utama, dengan BBRI, BMRI, dan TLKM direkomendasikan untuk dibeli, seiring dengan ekspektasi pemulihan ekonomi dan potensi aliran masuk dana asing hingga tahun 2026.




