Waspada! Harga Minyak Mentah Berpotensi Meroket, Ini Sentimennya!

Hikma Lia

BANYU POS – JAKARTA. Harga minyak mentah dunia diperkirakan akan mengalami tren kenaikan. Beberapa sentimen global diyakini menjadi pendorong utama lonjakan harga tersebut.

Berdasarkan data dari Trading Economics pada Selasa (29/7/2025) pukul 16.45 WIB, harga minyak mentah WTI tercatat berada di level US$ 67,15 per barel, mengindikasikan kenaikan sebesar 2,80% secara mingguan.

Ibrahim Assuaibi, seorang Pengamat Komoditas, menyoroti beberapa faktor yang mempengaruhi dinamika harga minyak mentah. Salah satunya adalah pernyataan tegas dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang memberikan peringatan kepada Presiden Rusia Vladimir Putin.

Harga Minyak Dunia Masih Dibayangi Pelemahan Pasar dan Kelebihan Pasokan

Trump mendesak Putin untuk segera menghentikan konflik dalam kurun waktu 10 hingga 12 hari. Desakan ini disampaikan Trump saat bertemu dengan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer pada hari Senin (28/7).

Ancaman sanksi dari AS terhadap Rusia menjadi sorotan utama jika Putin mengabaikan peringatan tersebut.

Ibrahim menambahkan bahwa permintaan minyak mentah saat ini cukup tinggi, terutama dari negara-negara Uni Eropa (UE). Rusia, sebagai salah satu produsen utama, terus memasok minyaknya ke berbagai negara termasuk Eropa, India, Jepang, dan China.

“Jika Rusia terkena sanksi dan dilarang mengekspor minyak mentahnya, hal ini berpotensi memicu kenaikan harga minyak mentah dunia secara signifikan,” jelas Ibrahim kepada Kontan, Selasa (29/7).

Di sisi lain, Girta Putra Yoga, seorang Research and Development ICDX, berpendapat bahwa penguatan harga minyak juga didorong oleh sinyal meredanya ketegangan perang dagang antara AS dan Uni Eropa.

Permintaan Turun, Harga Minyak Mentah Diprediksi US$ 60 pada Akhir Kuartal III-2025

Meredanya ketegangan ini dipicu oleh keputusan Trump untuk menurunkan tarif impor UE hingga setengah dari ancaman tarif awal, serta potensi berlanjutnya jeda tarif antara AS dan China.

Presiden AS Donald Trump dan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengumumkan pada hari Minggu (27/7) bahwa mereka telah mencapai kesepakatan untuk mengenakan tarif impor 15% yang berlaku untuk mobil, farmasi, dan semikonduktor.

Sebagai imbalan atas pengurangan tarif tersebut, UE sepakat untuk melakukan investasi senilai US$ 600 miliar di AS, termasuk peningkatan pembelian energi dan pertahanan militer dari AS.

Meskipun AS masih mempertahankan tarif 50% untuk baja dan aluminium, pengurangan tarif AS untuk sebagian besar barang UE meredakan kekhawatiran akan konflik dagang yang lebih luas antara AS dan UE.

Selain itu, dukungan terhadap harga minyak juga datang dari Houthi Yaman yang pada hari Minggu mengancam akan menargetkan kapal-kapal yang terkait dengan perusahaan-perusahaan yang berbisnis dengan pelabuhan-pelabuhan Israel, tanpa memandang kewarganegaraan mereka.

Ancaman ini merupakan bagian dari fase keempat operasi militer Houthi terhadap Israel terkait konflik Gaza. Untuk menghindari eskalasi lebih lanjut, juru bicara kelompok Houthi menyerukan semua negara untuk mendesak Israel menghentikan agresi dan mencabut blokade di Jalur Gaza.

Harga Minyak Mentah Tergelincir Selasa (8/7) Pagi, Pasar Mencerna Dampak Tarif AS

Sementara itu, data ekonomi terbaru dari China yang dirilis oleh Biro Statistik Nasional pada hari Minggu menunjukkan penurunan laba sektor industri di negara importir minyak terbesar di dunia itu sebesar 4,3% pada bulan Juni secara tahunan.

Penurunan ini mengikuti penurunan sebelumnya sebesar 9,1% pada bulan Mei. Secara keseluruhan, laba di perusahaan industri China turun 1,8% pada paruh pertama tahun ini, menurut data tersebut.

“Dari sudut pandang teknis, harga minyak berpotensi menghadapi resistensi terdekat di level US$ 68 per barel. Namun, jika muncul katalis negatif, harga berpotensi turun ke support terdekat di level US$ 63 per barel,” pungkas Girta.

Ringkasan

Harga minyak mentah dunia diperkirakan akan mengalami kenaikan didorong oleh beberapa sentimen global. Peringatan Presiden AS terhadap Rusia terkait konflik menjadi salah satu faktor kunci. Jika Rusia terkena sanksi dan dilarang mengekspor minyak, harga minyak mentah dunia berpotensi melonjak signifikan karena permintaan yang tinggi, terutama dari Uni Eropa.

Selain itu, meredanya ketegangan perang dagang antara AS dan UE turut mendukung penguatan harga minyak, dipicu oleh penurunan tarif impor UE oleh AS. Ancaman Houthi Yaman terhadap kapal yang terkait dengan Israel juga memberikan dukungan. Sementara itu, data ekonomi China yang menunjukkan penurunan laba sektor industri dapat menjadi sentimen negatif yang berpotensi menekan harga.

Also Read

Tags