Makan Bergizi Gratis: YLKI Desak Pengawasan Lebih Ketat!

Hikma Lia

YAYASAN Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendesak Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) untuk memperketat pengawasan terhadap peralatan makan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Desakan ini muncul menyusul berulangnya kasus keracunan makanan yang terkait dengan program tersebut.

“Pengawasan harus mencakup wadah makanan, sanitasi dapur, dan juga semua peralatan masak yang digunakan,” tegas Ketua YLKI, Niti Emilia, dalam sebuah diskusi terbuka di Best Western Hotel, Jakarta Selatan, Rabu, 13 Agustus 2025.

Niti Emilia menekankan bahwa pengawasan terhadap mitra MBG seharusnya tidak hanya berfokus pada bahan pangan yang dicurigai sebagai penyebab keracunan. Menurutnya, wadah makanan atau food tray juga berpotensi menjadi sumber masalah.

Dalam dokumen Panduan Mitra untuk Pembangunan SPPG, nampan makanan yang direkomendasikan adalah yang berbahan stainless steel (SUS) 304. Namun, YLKI meragukan kemampuan mitra MBG untuk memverifikasi keaslian dan kualitas nampan yang mereka gunakan. “Kebanyakan mitra MBG tidak memiliki kompetensi untuk mengecek atau mengetahui keaslian dan kualitas mutu nampan yang digunakan,” ujarnya.

Lebih lanjut, YLKI menyoroti status sertifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk peralatan makan yang saat ini masih bersifat sukarela. Niti Emilia berpendapat bahwa sertifikasi SNI wajib akan memberikan jaminan keselamatan yang lebih kuat bagi konsumen. “Ke depan harapannya itu menjadi sesuatu hal SNI wajib,” katanya.

Menurut Niti Emilia, penerima manfaat MBG umumnya dapat mendeteksi masalah pada makanan dari rasa atau bau yang tidak sedap. “Tapi kalau makanannya baik-baik saja, tiba-tiba keracunan, itu yang menjadi pertanyaan dan perlu ditelusuri,” tambahnya.

Ia juga mengingatkan bahwa satu kasus keracunan makanan saja sudah dapat dikategorikan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). “Karena satu kasus keracunan makanan itu bisa langsung menyebabkan kematian dan itu bisa menyebar secara luas,” jelasnya.

Kasus keracunan massal yang diduga terkait dengan program MBG kembali terjadi. Kali ini, sejumlah siswa dan guru di Kecamatan Gemolong, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, mengalami gejala keracunan.

Informasi yang dihimpun Tempo pada Selasa, 12 Agustus 2025, menunjukkan bahwa korban keracunan berasal dari Sekolah Dasar Negeri (SDN) 4 Gemolong dan SMP Negeri (SMPN) 3 Gemolong.

Kepala Puskesmas Gemolong, Agus Pranoto Budi, membenarkan kejadian tersebut. Agus melaporkan bahwa, berdasarkan data sementara hingga Selasa, 12 Agustus 2025, terdapat 196 orang yang mengalami gejala keracunan. Korban terdiri dari siswa, guru, karyawan sekolah, dan anggota keluarga yang ikut mengonsumsi makanan tersebut. “Data sementara 196 orang yang mengalami gejala keracunan. Ada murid, guru, karyawan, atau keluarga yang memakan makanan yang dibawa pulang,” ungkap Agus kepada wartawan.

Agus menjelaskan bahwa para korban mengalami gejala seperti mual, pusing, dan diare. Gejala ini diduga muncul setelah mereka mengonsumsi makanan dari program MBG yang didistribusikan oleh Dapur SPPG Mitra Mandiri Gemolong pada 11 Agustus 2025. Setelah menerima laporan, tim dari Puskesmas Gemolong segera mendatangi para korban untuk melakukan pemeriksaan.

Peristiwa di Gemolong ini menambah daftar panjang kasus dugaan keracunan yang terkait dengan program MBG. Sebelumnya, kasus serupa juga terjadi di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Sebanyak 140 siswa SMPN 8 Kupang diduga mengalami keracunan setelah mengonsumsi menu Makan Bergizi Gratis.

Para siswa yang mengalami diare dan muntah-muntah tersebut dirawat di tiga rumah sakit terdekat, yaitu RSUD SK Lerik, RSU Mamami, dan RS Siloam, pada Selasa pagi, 22 Juli 2025. Sehari sebelumnya, mereka mengonsumsi menu MBG. Hasil pemeriksaan sampel makanan menunjukkan adanya bakteri Strepcoccus sp dalam daging.

Septia Ryanthie berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan Editor: Apa yang Terjadi Ketika Dana Daerah Dipangkas

Ringkasan

YLKI mendesak pengawasan lebih ketat dari Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG), khususnya terkait peralatan makan seperti wadah dan sanitasi dapur. Desakan ini menyusul berulangnya kasus keracunan makanan yang diduga terkait program tersebut, di mana YLKI meragukan kemampuan mitra MBG dalam memverifikasi keaslian dan kualitas peralatan yang digunakan, terutama nampan makanan.

YLKI menyoroti pentingnya sertifikasi SNI wajib untuk peralatan makan guna menjamin keselamatan konsumen, mengingat kasus keracunan massal terkait MBG kembali terjadi di Sragen, Jawa Tengah, dengan ratusan korban mengalami gejala seperti mual, pusing, dan diare setelah mengonsumsi makanan dari program tersebut. Kejadian ini menambah daftar panjang kasus serupa, yang sebelumnya juga terjadi di Kupang, Nusa Tenggara Timur, di mana siswa mengalami keracunan setelah mengonsumsi menu MBG.

Also Read

Tags