IHSG Naik? Awas Jebakan! Analisis Penguatan Semu & Strategi Jitu

Hikma Lia

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akhir-akhir ini terkesan didominasi oleh segelintir saham berkapitalisasi pasar (market cap) besar. Kondisi ini memunculkan pertanyaan, apakah kenaikan IHSG saat ini benar-benar mencerminkan kondisi pasar yang sehat?

Pada penutupan perdagangan Selasa (2 September 2025), IHSG berhasil rebound dan ditutup menguat 0,58% atau naik 65,52 poin ke level 7.801,58. Pemulihan ini terjadi setelah terkoreksi selama dua hari berturut-turut di tengah situasi sosial politik dalam negeri yang dinamis.

Menurut data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), saham PT DCI Indonesia Tbk (DCII) menjadi motor penggerak utama IHSG. Lonjakan harga saham DCII sebesar 6,19% memberikan kontribusi signifikan, yaitu 25,05 poin, terhadap kenaikan IHSG.

IHSG Menguat 0,85%, Ini Sektor Saham yang Dijagokan Analis

Selain DCII, beberapa saham lain juga turut memberikan andil positif terhadap pergerakan IHSG. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) menyumbang 9,89 poin, diikuti oleh PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) sebesar 2,30 poin, dan PT Multipolar Technology Tbk (MLPT) dengan kontribusi 1,65 poin.

Peristiwa menarik terjadi pada 15 Agustus 2025, ketika IHSG untuk pertama kalinya berhasil menembus level 8.000. Pada hari itu, pergerakan IHSG sangat fluktuatif.

BBRI Chart by TradingView

Saham DCII secara tiba-tiba melonjak 6,91%. Mengingat DCII merupakan saham dengan market cap terbesar ketiga di BEI, kenaikannya tentu saja mendongkrak IHSG secara signifikan.

Pengamat Pasar Modal & Direktur Avere Investama, Teguh Hidayat, menjelaskan bahwa pergerakan IHSG sangat dipengaruhi oleh bobot free float saham emiten serta kapitalisasi pasarnya. Saham dengan market cap besar cenderung memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap pergerakan IHSG.

IHSG Menguat 0,85% ke 7.081,58 pada Selasa (2/9), ANTM, MEDC, BRPT Top Gainers LQ45

Kenaikan DCII dan beberapa saham big caps lainnya berhasil mendorong IHSG mencapai level tertinggi. Namun, pada saat yang sama, terdapat 451 saham yang justru mengalami penurunan, atau setara dengan 47,17% dari total saham yang tercatat di BEI.

Sebanyak 261 saham ditutup stagnan, sementara hanya 244 saham atau 25,52% yang berhasil mencatatkan kenaikan.

“Pergerakan IHSG saat ini tidak lagi sepenuhnya mencerminkan arah pasar yang sesungguhnya. Artinya, meskipun IHSG naik, mayoritas saham di BEI bisa saja terus mengalami penurunan karena yang menguat hanya saham-saham tertentu dengan market cap jumbo,” jelas Teguh pada Selasa (2/9).

Dengan kondisi ini, IHSG mungkin akan tetap terlihat kokoh di level tertentu, namun saham-saham umum seperti BBCA, BBRI, TLKM, dan ASII cenderung bergerak di rentang harga yang sama atau bahkan tidak bergerak sama sekali. Investor pun menjadi ragu untuk melakukan akumulasi.

Teguh juga mengingatkan bahwa setiap kali IHSG mengalami penurunan, terdapat potensi masuknya hot money ke saham-saham yang harganya sedang didiskon, yang kemudian dapat mendorong IHSG kembali menguat. Namun, jika hal ini terus terjadi, aliran dana jumbo yang lebih stabil justru dapat terhambat.

IHSG Rebound Selasa (2/9) Pagi, Menguat 1,09% Ikuti Bursa Asia

“Karena IHSG tidak turun, maka aliran dana tersebut tidak pernah masuk ke IHSG, tetapi justru keluar karena pemilik dana melihat IHSG masih kokoh meskipun di Indonesia terjadi eskalasi,” jelasnya.

Investment Analyst Infovesta Kapital Advisory, Ekky Topan, menambahkan bahwa kenaikan signifikan IHSG belakangan ini sangat didorong oleh performa sejumlah emiten berkapitalisasi besar, terutama saham-saham seperti DCII dan DSSA.

“Emiten-emiten ini menjadi motor utama penguatan IHSG, meskipun secara sektoral, mayoritas sektor lain masih cenderung stagnan atau bahkan tertekan,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (2/9).

Menurut perhitungan Ekky, jika saham-saham seperti DCII atau DSSA dikeluarkan dari perhitungan, kemungkinan IHSG akan berada di kisaran 7.500. Hal ini mencerminkan bahwa saham-saham besar lain di sektor perbankan, konsumer, hingga sektor riil belum mengalami pergerakan yang merata.

“Ini menunjukkan bahwa saat ini IHSG masih belum ditopang secara luas oleh seluruh sektor, dan penguatan yang terjadi masih bersifat sempit dan bergantung pada emiten tertentu,” tuturnya.

IHSG Anjlok Pasca Kisruh Demo, Pelemahan Bakal Berlanjut?

Dengan demikian, rebound IHSG pada perdagangan Selasa (2/9) dapat dikatakan bersifat semu dan rapuh. Pengamat Pasar Modal, Hendra Wardana, menjelaskan bahwa secara teknikal, kemampuan IHSG untuk bertahan di atas level 7.500 akan sangat ditentukan oleh keberlanjutan reli saham-saham big caps tersebut.

Jika aksi ambil untung (profit taking) mulai terjadi pada saham-saham fenomenal seperti DCII, DSSA, atau BREN, Hendra memproyeksikan IHSG dapat kembali menguji area support di level 7.400–7.500.

“Sebaliknya, bila sektor perbankan dan konsumer mulai ikut bergerak positif, barulah IHSG memiliki tenaga yang lebih berimbang dan berkelanjutan,” jelasnya.

Ringkasan

IHSG mengalami kenaikan yang didorong oleh segelintir saham berkapitalisasi besar seperti DCII, BBRI, dan DSSA. Kenaikan ini menimbulkan pertanyaan mengenai kesehatan pasar, karena mayoritas saham justru mengalami penurunan atau stagnasi. Para analis menyebut penguatan ini bersifat semu karena tidak mencerminkan pergerakan pasar secara keseluruhan.

Penguatan IHSG bergantung pada keberlanjutan reli saham-saham big caps. Jika terjadi aksi ambil untung pada saham-saham tersebut, IHSG berpotensi kembali menguji level support. Sektor perbankan dan konsumer perlu ikut bergerak positif agar IHSG memiliki tenaga yang lebih berimbang dan berkelanjutan.

Also Read

Tags