RUU Komoditas Strategis: DPR Pakai Jurus Omnibus, Apa Dampaknya?

Hikma Lia

BADAN Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah merumuskan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang komoditas strategis. Uniknya, RUU ini akan disusun dengan metode omnibus, meskipun judulnya tidak mencerminkan hal tersebut.

Ketua Baleg DPR, Bob Hasan, menjelaskan alasan penggunaan metode omnibus. “Sifatnya omnibus, judulnya tidak omnibus. Kenapa (omnibus)? Begitu banyak komoditas strategis,” ujarnya kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa, 2 September 2025.

Lebih lanjut, Bob Hasan menerangkan bahwa komoditas strategis yang dimaksud adalah produk perkebunan yang memiliki nilai ekonomi tinggi. RUU ini nantinya akan mengatur tata kelola dan tata niaga komoditas tersebut, dari hulu hingga hilir.

Dengan pendekatan omnibus, setiap komoditas strategis akan memiliki bab tersendiri dalam undang-undang. Harapannya, RUU ini dapat memberikan perlindungan tata niaga yang kuat, bahkan hingga memungkinkan penghentian impor jika diperlukan.

Berdasarkan paparan Badan Keahlian DPR, setidaknya ada 10 produk perkebunan yang diusulkan sebagai komoditas strategis. Daftar tersebut meliputi cengkeh, kelapa sawit, kakao, kopi, tebu, karet, sagu, tembakau, kelapa, dan teh.

Plt. Badan Keahlian DPR, Lidya Suryani Widayati, menambahkan bahwa penetapan komoditas strategis dalam undang-undang dapat ditinjau kembali. Peninjauan ini mempertimbangkan kondisi terkini, kebutuhan pasar, dan perkembangan di sektor perkebunan. Pemerintah pusat juga memiliki kewenangan untuk menetapkan komoditas strategis lainnya di masa depan.

Meskipun RUU ini fokus pada komoditas perkebunan, judulnya tetap menggunakan istilah “komoditas strategis.” Lidya menjelaskan bahwa perubahan judul agar sesuai dengan isi RUU sangat mungkin dilakukan.

Lebih jauh lagi, Lidya membuka peluang untuk memperluas cakupan komoditas yang diatur, tidak terbatas pada perkebunan saja. Sektor lain seperti sandang, energi, dan pertanian juga berpotensi untuk diakomodasi. Dalam proses penyusunan RUU ini, Badan Keahlian DPR telah mengadakan serangkaian diskusi kelompok terarah (FGD) dan sosialisasi dengan berbagai pemangku kepentingan. Mulai dari kementerian/lembaga terkait, petani tembakau, dinas perkebunan, hingga akademisi dari perguruan tinggi, semua dilibatkan untuk memberikan masukan.

Pembentukan RUU ini didasari oleh urgensi untuk mengisi kekosongan hukum yang kuat dalam melindungi komoditas strategis di bidang perkebunan. Selain itu, belum ada indikator yang jelas untuk menentukan suatu komoditas sebagai komoditas strategis.

Lidya juga menyoroti bahwa aturan terkait penghiliran komoditas perkebunan saat ini masih tersebar di berbagai kementerian teknis. “Tentunya ini mempersulit pengembangan komoditas strategis,” katanya. Padahal, komoditas strategis memberikan kontribusi signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Lidya mengungkapkan bahwa nilai ekspor perkebunan mencapai US$ 33,4 miliar pada tahun 2023.

Pilihan editor: Pasar Suram Akibat Pemicu Demonstrasi Tak Ditangani

Ringkasan

DPR sedang menyusun RUU komoditas strategis menggunakan metode omnibus untuk mengatur tata kelola dan tata niaga komoditas perkebunan bernilai ekonomi tinggi dari hulu hingga hilir. RUU ini bertujuan memberikan perlindungan tata niaga yang kuat dan memungkinkan penghentian impor jika diperlukan, dengan tiap komoditas strategis memiliki bab tersendiri.

Saat ini, diusulkan 10 produk perkebunan sebagai komoditas strategis dan penetapannya dapat ditinjau berdasarkan kondisi pasar serta perkembangan sektor perkebunan. RUU ini diharapkan dapat mengatasi kekosongan hukum dan memudahkan pengembangan komoditas strategis yang memberikan kontribusi signifikan terhadap PDB, mengingat aturan terkait penghiliran komoditas perkebunan saat ini masih tersebar di berbagai kementerian.

Also Read

Tags