BANYU POS JAKARTA. Semangat pertumbuhan yang dulu membara pada indeks saham lapis kedua kini tampak meredup. Aliran modal yang berputar ke saham-saham berkapitalisasi besar (big caps) membuat performa saham-saham lapis kedua seolah tertinggal dalam perlombaan.
Data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan bahwa Indeks SMC Composite dan SMC Liquid masing-masing hanya mampu mencatatkan pertumbuhan sebesar 3,84% dan 2,80% pada pekan lalu. Angka ini jauh di bawah kinerja indeks LQ45 dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), yang berhasil tumbuh masing-masing 4,50% dan 7,22% selama periode yang sama.
Bahkan, pada perdagangan Senin (27/10/2025), indeks SMC Composite mengalami koreksi tajam sebesar 1,93% hingga mencapai level 405,84. Sementara itu, indeks SMC Liquid juga harus rela turun 0,31% ke level 337,42.
Penurunan indeks SMC Composite terasa lebih dalam jika dibandingkan dengan koreksi IHSG yang “hanya” terkikis 1,87% ke level 8.117,15. Di sisi lain, indeks LQ45 mencatat penyusutan sebesar 0,43% ke level 824,53.
Saham Lapis Kedua Kian Menarik, Cermati Rekomendasi Analis
Menurut Analis Pilarmas Investindo Sekuritas, Arinda Izzaty, melambatnya pertumbuhan indeks SMC Composite dan SMC Liquid sejak pekan lalu disebabkan oleh perpindahan dana dari saham lapis kedua ke saham-saham big caps. Akibatnya, kinerja LQ45 dan IHSG terlihat lebih unggul, atau setidaknya tidak mengalami koreksi sedalam saham lapis kedua.
“Investor institusi atau asing yang memasuki pasar saham cenderung memilih saham dengan free-float dan likuiditas tinggi,” jelasnya pada Senin (27/10/2025).
Selain itu, perhatian pasar terhadap isu tata kelola perusahaan dan likuiditas, seperti konsultasi Morgan Stanley Capital Index (MSCI) terkait perlakuan saham yang pernah masuk radar Unusual Market Activity (UMA), turut mempengaruhi minat investor. Beberapa saham menjadi kurang menarik bagi aliran dana global, sehingga membatasi minat investor pada saham lapis kedua.
“Komposisi indeks SMC yang didominasi oleh emiten dengan kapitalisasi atau free float yang lebih kecil membuatnya lebih sulit untuk mendapatkan dorongan harga yang signifikan,” terang Arinda.
Mengapa Saham Lapis Kedua Lebih Menggiurkan daripada Big Caps?
Meskipun demikian, prospek saham lapis kedua di sisa tahun 2025 masih terbilang positif. Faktor-faktor pendorong seperti aksi korporasi, agenda ekspansi bisnis, hingga potensi perbaikan laporan keuangan tetap menjadi katalis bagi penguatan saham-saham lapis kedua. Namun, investor tetap harus cermat dalam memilih saham. “Karena tidak semua saham second liner memiliki fundamental yang cukup kuat untuk bertahan terhadap volatilitas pasar yang masih tinggi,” kata Investment Analyst Infovesta Utama, Ekky Topan, pada Senin (27/10/2025).
Senada dengan Ekky, Arinda menyebutkan bahwa sentimen positif berupa aksi korporasi seperti buyback saham, spin-off atau Initial Public Offering (IPO) anak usaha, dan pengumuman dividen interim akan memperbaiki persepsi nilai dan likuiditas saham lapis kedua. Akan tetapi, perlu diingat bahwa arus modal asing yang fluktuatif masih menjadi risiko utama bagi saham lapis kedua.
Analis Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI), Muhammad Wafi, menambahkan bahwa saham-saham lapis kedua masih berpeluang untuk dilirik oleh para investor. Namun, investor akan lebih selektif dalam memilih saham lapis kedua yang memang sedang mengalami reli harga, memiliki fundamental yang kuat, mencatatkan kinerja kuartal III-2025 yang positif, dan memiliki prospek pertumbuhan yang jelas. Wafi mengingatkan bahwa risiko saham lapis kedua tergolong besar karena likuiditasnya yang tipis, sehingga harga sahamnya mudah digerakkan. “Harga sahamnya bisa terkoreksi dengan cepat jika ada aksi profit taking,” imbuhnya pada Senin (27/10/2025).
Menilik Prospek Saham Lapis Kedua di Tengah Peningkatan Kinerja IHSG
Ekky menyarankan agar investor mempertimbangkan saham-saham lapis kedua di sektor properti, konsumer, dan industrial, dengan memperhatikan momentum stimulus dan kebijakan pemerintah yang mulai berjalan.
Di sisi lain, Arinda berpendapat bahwa saham lapis kedua yang berpotensi unggul adalah emiten yang memiliki katalis unlock value seperti anak usaha grup konglomerasi yang hendak dilepas atau dipisah, emiten konsumer atau retail yang mengalami perbaikan permintaan, serta emiten infrastruktur dan komoditas dengan pendapatan yang stabil.
Berdasarkan analisis tersebut, Arinda merekomendasikan investor untuk melirik saham PT Alamtri Minerals Indonesia Tbk (ADMR), PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB), dan PT MAP Aktif Adiperkasa Tbk (MAPA) dengan target harga masing-masing di level Rp 1.480 per saham, Rp 430 per saham, dan Rp 715 per saham.
Harga Terus Menanjak, Cek Saham Lapis Kedua yang Masih Prospektif Hingga Akhir Tahun
Ringkasan
Indeks saham lapis kedua, seperti SMC Composite dan SMC Liquid, menunjukkan pertumbuhan yang lebih lambat dibandingkan IHSG dan LQ45. Hal ini disebabkan oleh perpindahan dana investor, terutama institusi dan asing, ke saham-saham berkapitalisasi besar (big caps) dengan likuiditas tinggi. Faktor lain yang mempengaruhi adalah isu tata kelola perusahaan dan likuiditas, terutama terkait saham yang pernah masuk radar UMA.
Meskipun demikian, prospek saham lapis kedua di sisa tahun 2025 masih positif dengan katalis seperti aksi korporasi dan potensi perbaikan laporan keuangan. Investor disarankan untuk selektif memilih saham dengan fundamental yang kuat di sektor properti, konsumer, dan industrial. Beberapa saham yang direkomendasikan adalah ADMR, BBYB, dan MAPA dengan target harga tertentu, namun risiko likuiditas tipis tetap perlu diperhatikan.




